JAKARTA – Penunjukkan swasta dalam distribusi bahan bakar minyak (BBM) tertentu jenis Solar dinilai tidak sesuai dengan undang-undang yang mengamanatkan kehadiran negara dalam distribusi BBM bagi masyarakat.

Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komisi VII DPR, mengatakan Komisi VII meminta Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas meninjau kembali mekanisme penunjukkan swasta dalam penyaluran BBM Solar.

“Komisi VII sepakat dengan kepala BPH Migas untuk meninjau kembali penunjukkan swasta sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku untuk melaksanakan penyediaan dan pendistribusian BBM tertentu paling lambat satu bulan” kata Gus Irawan dalam rapat dengar pendapat di Gedung DPR Jakarta, Senin (19/3).

DPR menyoroti penyaluran dan pendistribusian BBM karena dalam implementasinya ditemukan berbagai masalah, seperti kelangkaan maupun penetapan badan usaha itu sendiri.

Menurut Gus, komisi VII juga meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menyerahkan data impor BBM yang dilakukan PT Pertamina (Persero) maupun PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) selama menjalankan penugasan penyaluran BBM selama kurun waktu dua tahun, yakni sejak 2015 hingga 2017.

Komisi VII juga meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi pelaksanaan pendistribusian dan penyaluran BBM tertentu dan BBM khusus penugasan.

Pemerintah juga diminta untuk meninjau ulang pelaksanaan distribusi BBM bersubsidi dengan memetakan pola konsumsi masyarakat seiring timbulnya kelangkaan pasokan BBM di sejumlah wilayah.

“Jadi distribusi lebih merata dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat,” kata Gus Irawan.

Berdasarkan data BPH Migas pada 2017 realisasi penyaluran BBM penugasan atau Premium mencapai 7.045.719 kiloliter (KL) dari  kuota yang ditetapkan sebesar 12.500.000 KL.

Untuk BBM tertentu atau Solar realisasi 14,51 juta KL dengan kuota yang ditetapkan pemerintah sebesar 15,5 juta KL sehingga realisasi mencapai 93,61%.(RI)