JAKARTA – Pemerintah didesak segera mengevaluasi persentase bagi hasil atau Dana Bagi Hasil (DBH) untuk daerah penghasil migas.

Mulyanto, Komisi VII DPR RI mengungkapkan Presiden harus memperhatikan aspirasi daerah secara sungguh-sungguh. Sebab isu terkait bagi hasil migas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sangat sensitif. Bila tidak dikelola dengan baik bisa berdampak luas hingga ke masalah kedaulatan negara.

“Sudah saatnya Presiden memperhatikan kembali aturan dana bagi hasil migas ini. Buatlah besaran persentase bagi hasil yang adil dan masuk akal. Jangan sampai daerah penghasil migas kecewa lantaran tidak dapat menikmati hasil eksploitasi SDA mereka secara wajar,” kata Mulyanto, Senin (12/12).

Mulyanto meminta presiden meninjau ulang semua aturan terkait dana bagi hasil tersebut. Termasuk meninjau ulang besaran bagi hasil dan komponen perhitungannya.

Presiden harus melibatkan semua pemangku kepentingan agar tidak ada daerah penghasil migas yang merasa dieksploitasi tapi tidak dapat menikmati hasilnya.

“Pemerintah harus adil terhadap daerah penghasil migas yang miskin. Jangan hanya menyedot SDA dari tanah leluhur mereka lalu setelah itu meninggalkan penderitaan bagi masyarakat. Presiden harus belajar dari sejarah yang ada. Bahwa hampir semua gejolak atau perlawanan di daerah kepada Pemerintah pusat dipicu oleh urusan bagi hasil ini,” jelas Mulyanto.

Dia menambahkan aturan terkait dana bagi hasil ini sudah lama berlaku sehingga beberapa poin dalam aturan tersebut sudah tidak relevan. Terutama kalau dikaitkan dengan semangat otonomi daerah dan upaya percepatan peningkatan kesejahteraan daerah-daerah terpencil.

Karena itu Mulyanto menilai apa yang disampaikan Bupati Meranti, Muhammad Adil, sebagai permintaan yang wajar. Ia yakin selain Muhammad Adil masih ada pejabat daerah lain yang mempunyai aspirasi serupa.

“Presiden harus berani membuat terobosan yang menguntungkan masyarakat daerah penghasil migas dan minerba. Jangan sampai mereka terus dieksploitasi tapi tidak sejahtera. Ini kan tidak adil dan juga bertentangan dengan ruh konstitusi bahwa kekayaan alam dikuasai oleh negara dan sebesar-besarnya digunakan untuk kemakmuran rakyat,” ujar Mulyanto.

Seelumnya Muhammad Adil, Bupati Meranti, mengungkapkan protes ke Kementerian Keuangan terkait DBH daerah penghasil migas yang justru menyusut disaat harga minyak maupun nilai tukar dollar seadng tinggi.

“Dulu dapatnya perhitungan Rp114 miliar tahun 2022, sekarang harga minyak naik lifting minyak naik, nilai tukar dollar naik dapatnya kok tambahannya Rp700 juta, kenapa?,” kata Adil belum lama ini.