JAKARTA – Pemerintah akhirnya rela untuk memberi penggantian biaya kepada PT Chevron Pacific Indonesia selama perusahaan asal Amerika Serikat itu melakukan investasi terutama pengeboran eksploitasi di Blok Rokan dalam masa transisi alih kelola.

Purbaya Yudhi Sadewa, Deputi Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves), mengatakan selama satu bulan terakhir telah dilakukan kajian secara menyeluruh dari sisi legal oleh pemerintah tentang mekanisme penggantian biaya investasi Chevron selama masa transisi di Blok Rokan.

“Rapat satu bulan terakhir dengan biro hukum SKK Migas dan Kementerian ESDM hampir putus. Kamis harusnya rapat tingkat menteri ambil keputusan dalam pengertian Chevron bisa lagi driling dan di-cover (biaya) oleh cost recovery,” kata Purbaya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (9/6).

Langkah itu diambil pemerintah karena tidak ingin kejadian yang menimpa Blok Mahakam terjadi juga di Blok Rokan.

“Kami belajar dari kasus Mahakam, Pertamina ambil alih produksi turun drastis. Untuk cegah hal itu di Rokan, negosiasi dengan Chevron kesepakatannya investasi sampai Agustus 2021 mereka mau mengeluarkan kapital bunga nol untuk jaga tingkat produktivitas di Rokan,” jelas Purbaya.

Purbaya mengakui bahwa sudah tidak ada lagi kegiatan pengeboran di Rokan dalam dua tahun terakhir. Ini tentu berbahaya terhadap keberlangsungan produksi jika terus dibiarkan.

Dengan adanya jaminan pemerintah ini,  Purbaya menuturkan bahwa Chevron telah menyiapkan lima rig untuk mengejar target pengeboran hingga tahun depan.

“Dua tahun nih gak ada operasi rig. Paling enggak bisa lima rig sampai Agustus tahun depan. Ketika Pertamina ambil alih jadi bisa naikin lagi (produksi). Itu amat clear dan jelas,” kata Purbaya.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan PT Chevron Pacific Indonesia berkomitmen mengebor 104 sumur di Blok Rokan hingga kontraknya selesai di Agustus 2021. Pengeboran sumur ini diperkirakan akan menambahkan produksi minyak sekitar 5.000 barel per hari (bph).

Pada tahun ini, Chevron bersedia melakukan pengeboran 11 sumur dalam rencana kerjanya. Total investasi yang dibutuhkan diperkirakan sekitar US$ 11 juta. Untuk tahun depan rencananya akan ada pengeboran 93 sumur menggunakan lima rig dengan investasi sebesar US$ 140 juta sehinga dalam masa transisi ini total akan ada pengeboran 104 sumur dengan total investasi mencapai US$ 152 juta.

Fatar Yani Abdurrahman, Wakil Kepala SKK Migas, menyatakan untuk mencegah penurunan produksi itu akan dilakukan pada bulan November tahun ini. Dia menjelaskan kesepakatan ini diambil berdasarkan kesepakatan antara pemerintah dan pihak Chevron.

“Akhirnya kami mengambil opsi Business to Govenrment antara Chevron dengan SKK Migas. Sebelum 2021 maka opsinya Chevron tetap melakukan investasi di 2020-2021 investasi apa. Disamping investasi yang dijalankan work over, ditambah dengan sumur baru 2020 sebanyak 11 sumur dengan investasi US$ 11 juta,” kata Fatar Yani.

Untuk penambahan produksi dari pengeboran tahun 2020 bisa hasilkan sekitar 3.000 barel per hari (bph), dalam setahun rata-rata bisa bertambah sekitar 500an bph.

Sementara pada tahun depan estimasi penambahan produksi dari 93 sumur yang dibor adalah sebesar 9.000 bph dengan rata-rata produksi per hari sekitar 4.500 bph.

Menurut Fatar Yani dengan estimasi tambahan tersebut sudah cukup membantu untuk menekan penurunan produksi minyak di Rokan. Ia menjelaskan setelah alih kelola dilakukan Pertamina sendiri telah menyiapkan rencana untuk melakukan penambahan pengeboran.

“Hanya sekitar 5.000 bph itu sudah cukup membantu penurunan produksi di Rokan, harapannya saat alih kelola nanti Agustus 2021 kita bekerja transisi dari sekarang sehingga Pertamina tingkatkan rig minimal 13 rig di Agustus sehingga ada tambahan 100 sumur hingga 2021,” kata Fatar Yani.(RI)