BANDUNG – Pemerintah mengurungkan niat untuk melakukan pengaturan penjualan BBM subsidi dengan acuan kapasitas mesin (CC) mobil. Sebelumnya pembatasan pengguna BBM subsidi berdasarkan CC mobil tersebut bertujuan agar distribusi BBM bersubsidi dalam hal ini jenis Pertalite bisa lebih tepat sasaran.

Pahala N Mansury, Wakil Menteri I Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mengungkapkan rencana pembatasan penjualan Pertalite dengan batasi pengguna tidak jadi dieksekusi.

“Sampai dengan sekarang kita belum ada rencana hal tersebut sampai dengan saat ini. Kita perlu memastikan para penggunanya betul-betul memang masyarakat yang membutuhkan, karena bagaimanapun ini adalah BBM subsidi, tapi sampai dengan saat ini  belum ada rencana mengeluarkan peraturan atau Perpres tersebut,” kata Pahala ditemui disela EV Funday di Bandung, Minggu (4/12).

Menurut Pahala salah satu faktor batalnya pembatasan kendaraan yang dapat menikmati BBM subsidi adalah kondisi harga minyak yang tidak bisa diprediksi dan belakangan sangat fluktuatif bahkan cederung turun.

“Kita perlu melihat dan mereview dan juga memastikan bagaimana pengaruh daripada waktu yang lalu itu ada kenaikan harga BBM atau penyesuaian harga BBM, sampai saat ini kita belum ada (berlakukan pembatasan). Kita belum ada rencana bukan berarti tidak akan ya, tapi belum ada rencana,” ungkap Pahala.

Sementara itu, Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), saat dikonfirmasi menyatakan dalam waktu dekat segera dilakukan evaluasi yang melibatkan berbagai stakeholder mengenai kelanjutan rencana pembatasan distribusi BBM bersubsidi jenis Pertalite.

“Saya mau lihat dulu, minggu depan mau saya bahas dulu dengan unit-unit terkait,” ungkap Arifin.

Dia menuturkan jika dilihat dari kondisi yang ada sekarang dimana harga minyak dunia sudah mulai turun maka wajar dilakukan evaluasi terhadap rencana penerapan kebijakan tersebut. Selain itu kuota BBM subsidi juga sudah ditambah sehingga diperkirakan realisasi hingga akhir tahun tidak akan lampaui kuota.

“Kita harus melihat aturannya itu terkait dengan masalah-masalah kedepan yang harus kita bisa antisipasi, seperti ketidakstabilan harga energi, terus kemudian ketidaksesuaian ketidaktepatan subsidi energi yang diberikan,” jelas Arifin. (RI)