JAKARTA – Keputusan siapa yang akan melanjutkan proyek migas laut dalam atau Indonesia Deepwater Development (IDD) harus molor hingga paling tidak tahun ini. Padahal sebelumnya pemerintah melalui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) telah memberikan peringatan kepada kontraktor pengelola saat ini yakni PT Chevron Pacific Indonesia agar memberikan kepastian siapa yang akan melanjutkan proyek IDD pada  2020 lalu.

Fatar Yani Abdurrahman, Wakil Kepala SKK Migas, mengatakan keputusan IDD diundur  Chevron sambil menunggu perbaikan harga minyak dunia yang tentunya akan berpengaruh terhadap nilai valuasi hak partisipasi (Participating Interest/PI) yang akan dilepas Chevron.

“Tetap tunggu 2021. Dengan harga minyak ada kecenderungan membaik, mudah mudahan jawaban dari calon operator IDD akan cepat,” kata Fatar Yani, akhir pekan lalu.

Fatar Yani mengatakan Eni Indonesia sejauh ini yang menjadi kandidat terbaik untuk bisa menggantikan Chevron pada proyek IDD tahap II Gendalo-Gehem.

SKK Migas akan terus mendorong Chevron segera memastikan penggantinya di IDD karena kontrak mereka di IDD juga sebagian akan selesai pada 2027.

“Kami engagement terus dengan Chevron, mengingat PSC-nya dekat lagi 2027. Chevron akan mencari siapa kira-kira yang akan menjadi operator kemudian. Saat ini ada satu kandidat besar yaitu Eni. Eni masih bahas komersialnya. Harapannya Januari ada jawaban. Ini yang akan kami tunggu,” ungkap Fatar Yani.

Proyek IDD merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) yang menjadi fokus perhatian pemerintah untuk dapat segera diwujudkan.

Berdasarkan data SKK Migas, proyek IDD tahap II adalah proyek pengembangan lapngan Gendalo – Gehem dan diproyeksikan bisa berproduksi hingga 844 juta kaki kubik per hari (MMscfd) gas dan minyak 27 ribu barel per hari (bph). Proyek tersebut seharusnya akan selesai dan mulai berproduksi pada kuartal IV 2025.

Chevron (sebagai operator) memegang 63% hak partisipasi di proyek IDD (secara agregat), bersama mitra joint venture lainnya, yaitu Eni. Tip Top, Pertamina Hulu Energi, dan para mitra Muara Bakau. Pengembangan Gendalo-Gehem termasuk pengembangan dua hub terpisah masing-masing memiliki FPU, pusat pengeboran bawah laut, jaringan pipa gas alam dan kondensat, serta fasilitas penerimaan di darat.

Rencananya gas alam hasil produksi dari proyek IDD akan dijual untuk kebutuhan dalam negeri dan diekspor dalam bentuk gas alam cair.

Proyek IDD tahap II akan menggabungkan dua lapangan migas, yakni Lapangan Gendalo, Blok Ganal dan Gehem, Blok Rapak. Pengembangan tahap II mendesak untuk segera dilanjutkan, apalagi kontrak blok Rapak dan Ganal juga akan berakhir pada 2027 dan 2028.

Eni merupakan kontraktor yang mengelola Blok Muara Bakau yang mengerjakan proyek Jangkrik. Saat ini Eni juga telah menjadi salah satu kontributor terbesar lifting gas terbesar di Indonesia melalui lapangan Jangkrik.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, pada akhir tahun lalu mengatakan pembicaraan antara Eni dan Chevron di ranah business to business. Dwi optimistis pembicaraan dua perusahaan itu sudah pada tahap akhir karena SKK Migas memberi amanat agar keputusan siapa yang akan menjadi operator di IDD pada 2020.

Eni boleh dibilang menjadi satu-satunya kandidat kuat pengganti Chevron di proyek IDD tahap dua Gendalo – Gehem. Penjajakan pengalihan PI sudah terdengar sejak tahun lalu.

“Eni adalah kandidat gantikan Chevron di IDD sekarang proses finalisasi hal-hal yang dibutuhkan antara Chevron dan Eni. Eni juga melaporkan proses itu sedang berlangsung,” kata Dwi.(RI)