JAKARTA – Indonesia diprediksi akan semakin dekat menuju ketahanan energi jika molase atau produk sampingan dari industri pengolahan tebu bias dimanfaatkan dengan maksimal untuk dijadikan sebagai bahan baku BBM ramah lingkungan atau Bioetanol. Saat ini molase justru lebih banyak diekspor ketimbang dimanfaatkan di dalam negeri. Hal tersebut juga dipicu belum tumbuhnya industri dalam negeri.

John Anis, CEO Pertamina New and Renewable Energy (NRE), mengungkapkan potensi dari molase harus segera dimanfaatkan. Target swasembada energi yang dipatok pemerintah sudah seharusnya jadi pelecut untuk bisa ada keberpihakan terhadap industri bioetanol.

Menurut John salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan memberlakukan Domestic Market Obligation (DMO) bagi molase. Mmolasenya ini yang bahan baku untuk bio etanol. Karena disini enggak banyak terpakai, mereka (pelaku usaha gula) ekspor. Banyakan ekspor ke Filipina, harga ekspornya mahal. Jadi ya memang untung lah buat mereka. Tapi kalau misalkan itu langsung kita terapkan (wajib ke dalam negeri) seperti itu aja, akan mahal di domestiknya. Jadi memang harus ada semacam DMO-nya lah, harus ada semacam DMO, ya fair aja lah. Batu bara aja digituin, kenapa ini enggak?,” jelas John dalam sesi diskusi bersama awak media, Senin (10/3).

Lebih lanjut, jika DMO pada bahan baku etanol diterapkan maka bukan tidak mungkin harga etanol bisa ditekan sehingga nantinya juga berujung pada harga Bioetanol yang dijual ke masyarakat.

“Karena dengan harapan nantinya, kalau misalkan pemerintah sudah jelas bahwa semua, bukan hanya Pertamina, harus misalkan E10, itu kan pasti marketnya bergerak tuh. Dan semua orang akan memproduksi molase juga. Jadi itu akan ada snowball effect juga. At the end of the day, dengan sendirinya marketnya akan lebih murah,” ungkap John.

Menurut dia tidak ada ruginya bagi Indonesia mengembangkan BBM Bioetanol, karena dengan jumlah kendaraan konvensional yang masih sangat banyak maka dampak penggunaan bioetanol nantinya akan langsung dirasakan. Indonesia tidak perlu lagi impor BBM berbahan baku minyak bumi.

Apalagi dengan target penggunana Bioetanol yang dipatok pemerintah juga tinggi dengan kebutuhan pada tahun 2029 mencapai 5 juta Kiloliter (KL).

“Bioetanol ini salah satu solusi untuk transportation atau mobility yang menarik. Karena buat masyarakat kita masih bisa pakai mobil yang sama. Belum harus ganti besok. , kita perlunya kan banyak. Kalau tahun 2029 itu nanti kita perlunya 5 juta kiloliter. Nggak ada kita sekarang. Kita baru ada 30 ribuan kiloliter jauh banget.Jadi potensinya itu luar biasa. Jadi itu yang ingin saya sampaikan bahwa mari kita dorong bioetanal sebagai salah satu solusi,” jelas John. (RI)