JAKARTA – Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) meminta pemerintah memberikan dukungan penuh terhadap kebijakan menambah kuota ekspor batu bara sebesar 100 juta ton untuk meningkatkan devisa negara. Selain itu, faktor harga juga harus menjadi pertimbangan.

Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif APBI, mengatakan apabila pemerintah mengharapkan pelaku usaha menaikkan produksi batu bara, maka perlu dukungan penuh, khususnya untuk mengatasi hambatan-hambatan di lapangan.

“Kalau secara umum, harapan pelaku usaha meningkatkan produksi kan pasti ada hambatan-hambatan di lapangan, seperti perizinan, dan gangguan keamanan. Pemerintah perlu support full. Kalau pemain besar rata-rata konservatif, tidak menaikkan produksi,” kata Hendra, Senin (3/9).

Dia menambahkan, pelaku usaha mengkhawatirkan dampak dari kenaikan kuota ekspor terhadap harga batu bara. Pasalnya, jika supply di pasar banyak, harga berpotensi tertekan.

Pengangkutan batu bara untuk tujuan ekspor.

Menurut Hendra, untuk menaikkan produksi, perusahaan tambang batu bara akan terganjal izin pinjam pakai kawasan hutan dalam upaya memperluas wilayah pertambangan. Disisi lain, ada keterbatasan kesiapan alat berat untuk menunjang peningkatan produksi.

“Kesiapan industri masih meragukan karena kapasitas alat berat, daftar tunggunya masih panjang. Kalau 25 juta masih oke lah, tapi kalau 100 juta berat,” kata Hendra

Selain itu sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 52 Tahun 2018, menyebutkan bahwa pedagang perantara (trader) tidak bisa mendapatkan izin Eksportir Terdaftar (ET) batu bara.

“Trader sekarang sudah tidak diberikan izin ET. Ini yang akan jadi hambatan, karena pedagang-pedagang kecil tidak punya akses ke pasar. Yang punya akses ke pasar itu trader,” kata Hendra.(RI)