PEKANBARU – PT Pertamina, melalui anak perusahaan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), telah menyelesaikan pengeboran 90 sumur di blok Rokan pasca alih kelola dari Chevron.

Sukamto Thamrin, VP Corporate Affairs PHR WK Rokan, mengungkapkan kelancaran proses transisi dan peralihan WK Rokan layak menjadi catatan tersendiri dalam sejarah industri migas dan rujukan bagi WK migas terminasi lainnya di Indonesia.

Menurut dia, kelancaran alih kelola WK Rokan, di antaranya, terlihat dari kinerja keselamatan kerja dan produksi.

PHR WK Rokan sejauh ini mampu mencatatkan nihil kecelakaan fatal atau zero NOA (Number of Accident). Dari sisi produksi, PHR WK Rokan berhasil mencapai tingkat produksi sekitar 162 ribu barel per hari (BPH) atau naik 4 ribu BPH dibandingkan sebelum alih kelola yang berada di kisaran 158 ribu BPH. “Kegiatan pengeboran sumur baru dan kerja ulang sumur lama terus dilakukan untuk meningkatkan produksi,” kata Sukamto (17/11).

Produksi PHR WK Rokan menyumbangkan sekitar 25% dari total jumlah produksi minyak nasional dan merupakan salah satu tulang punggung upaya pencapaian target produksi nasional minyak 1 juta barel per hari (BPH) dan gas 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030. PHR secara resmi mengelola WK Rokan terhitung sejak 9 Agustus 2021 lalu.

Dalam periode dua bulan pertama pasca alih kelola, PHR WK Rokan kata Sukamto juga menyumbangkan penerimaan negara melalui penjualan minyak mentah bagian negara sekitar Rp2,1 triliun dan pembayaran pajak sekitar Rp607,5 miliar termasuk pajak-pajak ke daerah.

Sukamto menjelaskan PHR di WK Rokan mencanangkan rencana kerja yang masif dan agresif untuk meningkatkan produktivitas WK Rokan melalui program pengeboran sumur-sumur produksi baru, pengelolaan kinerja base business untuk menahan laju penurunan produksi alamiah, dan keandalan fasilitas operasi. PHR WK Rokan juga melakukan berbagai terobosan agar target sumur baru dapat tercapai, di antaranya, tim pengeboran melakukan beberapa kegiatan secara paralel (offline activity), meningkatkan keandalan peralatan pengeboran, dan menyusun perencanaan yang matang dalam pemenuhan sumber daya pendukung agar menghindari terjadinya waktu menunggu servis atau material.

“Hasilnya, PHR WK Rokan berhasil memperpendek waktu pengeboran hingga produksi awal atau put on production (POP). Dari sebelumnya sekitar 22 hingga 30 hari, kini menjadi sekitar 15 hari untuk area operasi Sumatra Light Oil (SLO) atau sumur-sumur penghasil jenis minyak ringan,” jelas Sukamto. (RI)