JAKARTA – Pemerintah dan PT Pertamina (Persero) diminta realistis serta objektif dalam menentukan target produksi siap jual atau lifting Blok Rokan berdasarkan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR, meminta Pertamina tidak sesumbar memasang target lifting minyak Blok Rokan hingga 300 ribu barel per hari (bph) atau hampir dua kali lipat dari kinerja lifting saat ini. Mulyanto khwatir proyeksi tersebut tanpa perhitungan yang akurat. Sebab kesalahan hitung target lifting dapat berpengaruh terhadap angka-angka asumsi makro pendapatan negara.

“Jadi tolong dihitung yang benar. Jangan asal-asalan atau sekadar mencari sensasi,” kata Mulyanto, Senin (4/1).

Mulyanto mengaku tidak bermaksud pesimistis terhadap kinerja Pertamina nanti di Blok Rokan, namun berdasarkan pengalaman sebelumnya, target lifting terus menurun, begitu pula realisasinya. Apalagi untuk alih kelola sumur-sumur tua. “Saat ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19, sehingga menimbulkan masalah dalam mobilisasi tenaga kerja dan alat kerja,” kata dia.

Menurut Mulyanto, daripada sesumbar bisa meningkatkan lifting, Pertamina lebih baik fokus untuk menekan laju penurunan produksi minyak di Rokan.

“Yang terakhir ini lebih realistis dari pengelolaan sumur-sumur tua pasca alih kelola. Apalagi pandemi Covid-19 belum lagi usai. Mobilisasi orang dan alat masih terkendala. Jangan memasang target yang terlalu bombastis. Nanti malu kalau tidak tercapai,” ujar Mulyanto.

RP Yudantoro, Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), sebelumnya menyebut akan melakukan 44 pengeboran sumur pengembangan sepanjang 2021. Serta 182 pengeboran sumur pengembangan, injeksi uap, injeksi air dan injeksi kimia dalam rangka mengejar target 300 ribu bph.

Pertamina, kata Mulyanto, perlu berkonsolidasi lebih baik lagi untuk sektor hulu migas yang ditanganinya. Karena bila tidak ada aral melintang, secara resmi Blok Rokan, dengan lifting minyak nomor dua setelah Blok Cepu yang dikelola ExxonMobil, akan diambil alih pada 9 Agustus 2021.

“Ini akan menjadi sejarah baru bagi pegelolaan hulu migas Indonesia, karena Pertamina menjadi dominan menguasai hampir sebesar 63% dari total produksi minyak nasional. Sekarang ini dari 10 KKKS terbesar, kontribusi Pertamina (baik PHE maupun Pertamina EP) terhadap total lifting nasional hanya sebesar 37%,” kata Mulyanto.(RI)