JAKARTA – Pemerintah akan memutuskan kebijakan alokasi batu bara untuk dalam negeri (domestic market obligation/DMO) pada pemerintahan baru kabinet Joko Widodo pasca Oktober 2019. Pasalnya kewajiban DMO yang ada sekarang berlaku hingga akhir tahun ini sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 23 K/30/MEM/2018 kuota batu bara dalam negeri ditetapkan sebesar 25% dari produksi setiap tahun. Pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) diwajibkan menyisihkan 25% produksinya untuk alokasi DMO.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan sampai saat ini pemerintah belum menyinggung kebijakan DMO setelah  2019.

“Belum ada (pembahasan), tetap sampai Desember. Mungkin nanti pemerintahan baru (dibahas),” kata Bambang di Kementerian ESDM Jakarta, Senin (19/8).

Menurut Bambang, kebijakan DMO adalah kebijakan strategis, sementara arahan presiden tidak boleh ada kebijakan strategis yang diambil menteri hingga terbentuk kebinet baru pada Oktober mendatang.

“Kan pak presiden bilang tidak ada kebijakan strategis dulu,” tukas Bambang.

Data Kementerian ESDM menyebutkan,  realisasi DMO batu bara hingga awal Agustus tercatat sebesar 68,79 juta ton atau setengah dari target 2019 ini sebesar 128 juta ton.

Realisasi produksi batu bara hingga awal Agustus mencapai 237,55 juta ton, sebesar 122,26 juta ton diantaranya sudah dikirim ke luar negeri.

Saat ini pemerintah juga tengah membahas penambahan kuota produksi yang diajukan  pelaku usaha. “Masih dibahas, tambahnya berapa belum tahu. Belum ada keputusan,” ungkap Bambang.

Dia menambahkan realisasi DMO menjadi parameter perusahaan dalam mengajukan peningkatan produksi di semester kedua ini. Revisi Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan yang diajukan pada Juni-Juli kemarin juga masih dievaluasi pemerintah.

Kebijakan DMO yang bergulir sejak 2018 kemarin juga mencakup harga patokan batu bara bagi PT PLN (persero). Harga dipatok sebesar US$70 per ton jika harga batu bara acuan (HBA) melebihi US$70 per ton. Namun harga patokan US$70 per ton itu tak berlaku bila HBA lebih rendah dari US$70 per ton. Kebijakan harga patokan itu guna melindungi batu bara dari fluktuasi harga. Pasalnya di 2018 kemarin harga batu bara terus menguat. Sementara di 2019 ini tren harga batu bara kian melemah. Adapun HBA pada Agustus ini sebesar US$72,67 per ton.

Dalam aturan yang ada ditegaskan mengenai alokasi batu bara dalam negeri bagi pembangkit listrik. Selain itu beleid ini pun mencantumkan sanksi penyesuaian tingkat produksi 2019 bagi perusahaan yang tidak bisa memenuhi ketentuan DMO di 2018. Jumlahnya produksi yang disetujui maksimal empat kali lipat dari total realisasi volume DMO sepanjang tahun ini.

Irwandy Arif,  Ketua Indonesia Mining Institute, mengatakan kebijakan DMO yang diterapkan sejak 2018 itu memberi jaminan pasokan bagi pembangkit listrik. Kebijakan tersebut diharapkan dilanjutkan, tapi dengan sejumlah pertimbangan. Pertimbangan yang dimaksud yakni tidak merugikan pelaku industri batu bara.

“Kebijakan DMO harus tetap ada agar kebutuhan energi di dalam negeri tetap terjaga,” kata Irwandy.(RI)