JAKARTA– Pertamina telah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax mulai Jumat (1/4) dini hari menjadi Rp12.500 per liter, lebih tinggi Rp3.500 dibandingkan harga sebelumnya Rp9.000 per liter.

Kenaikan harga BBM dengan kadar oktan (RON) 92 itu berpotensi memicu pergeseran (shifting) konsumsi ke Pertalite, apalagi harga BBM kadar oktan 90 tersebut lebih rendah, yaitu hanya Rp 7.650 per liter. Dengan adanya potensi tersebut, Pertamina dan Pemerintah harus berupaya meminimalkan shifting tersebut.

Menurut Josua Pardede, Kepala Ekonom Bank Permata, potensi shifting konsumsi dari BBM Pertamax yang nonsubsidi ke Pertalite yang disubsidi dapat dilakukan adalah melarang kendaraan pemerintah ataupun BUMN untuk mengisi BBM bersubsidi. Selain itu, Pemerintah dan Pertamina dapat melakukan seleksi kendaraan pribadi yang mengisi Pertalite.

“Misalnya kendaraan mewah dengan kapasitas mesin ataupun merek tertentu dilarang mengisi BBM bersubsidi. Pengawasan terhadap tindak kecurangan juga perlu diperketat,” ujar Josua.

Pertamina mulai Jumat (1/4) dini hari menyesuaikan harga Pertamax menjadi Rp12.500 per liter. Ini adalah kenaikan harga pertama kali Pertamax dalam hamper tiga tahun terakhir. Sedangkan harga Pertalite tetap Rp7.650 per liter namun pemerintah meningkatkan statusnya dari BBM nonsubsidi menjadi BBM Penugasan. Konsumsi Pertalite secara nasional mencapai 76% sedangkan Pertamax sekitar 14%.

Josua menilai kebijakan pemerintah tidak menaikkan harga Pertalite cukup baik untuk melindungi daya beli masyarakat. Dengan ditetapkannya harga Pertalite, masyarakat masih memiliki opsi BBM murah di tengah tekanan ekonomi akibat COVID-19. “Pertamax memang layak dinaikkan harganya mengingat konsumen dari Pertamax kecenderungannya adalah masyarakat menengah atas,” ujarnya.

Yayan Satyakti, pakar ekonomi energi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, menilai potensi pengguna Pertamax shifting ke Pertalite cukup tinggi. Karena itu, Yayan menyarankan ada pembatasan jumlah kuota Pertalite di daerah yang pendapatan per kapitanya tinggi. ”Misalnya Pertalite berada di wilayah perdesaan, sedangkan kawasan perkotaan semuanya Pertamax,” ujarnya, Minggu, (3/4).

Andaikan di perkotaan ada kendaraan yang menggunakan Pertalite, lanjut Yayan, peruntukannya bagi kendaraan berpelat nomor kuning atau transportasi umum. Dengan demikian, Pertalite tetap ada di Perkotaan tetapi, peruntukannya harus benar-benar efektif. “Kuotanya terbatas untuk transportasi publik,” ujar dia.

Secara terpisah, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi menyatakan masih tingginya harga minyak dan memasuki bulan Ramadhan yang diikuti dengan kondisi ekonomi yang berangsur pulih dapat mendorong peningkatan konsumsi BBM. Pemerintah bersama Pertamina memastikan agar pasokan BBM tersedia, khususnya BBM yang paling banyak dikonsumsi masyarakat termasuk Pertalite. Demikian halnya BBM solar akan ditingkatkan pasokannya dan menjaga stok agar diatas 20 hari.

“Pemerintah menjamin tersedianya BBM dan melakukan koordinasi dengan badan usaha dalam hal ini Pertamina. Pertamina telah melakukan pengecekan langsung ke lapangan demi terjaminnya ketersediaan BBM serta mengantisipasi peningkatan kebutuhan khususnya di bulan Ramadhan ini” ujar Agung dalam siaran persnya.

Sementara itu, Pertamina telah membentuk satgas RAFi (Ramadhan & Idul Fitri). Pertamina juga menyiapkan berbagai layanan tambahan berupa SPBU Siaga, mobil tangki siaga, motorist, SPBU Kantong dan rest area yang dilengkapi fasilitas kesehatan bagi para pemudik di beberapa titik jalur mudik. (RI)