JAKARTA – Pemerintah tengah bekerja keras untuk menurunkan emisi GRK nasional. Sektor energi menjadi salah satu sektor yang didorong untuk berkontribusi besar bersama-sama secara simultan dengan penurunan emisi di sektor kehutanan dan lahan (FoLU), industri dan limbah.

Transisi Energi menjadi salah satu langkah yang saat ini sangat penting dan cukup krusial untuk menurunkan emisi dari sektor Energi, meskipun saat jni situasi berbagai peristiwa global menyangkut interaksi dan konfigurasi sumberdaya energi yang dirasakan tidak mudah dan cukup kompleks.

“Sektor energi sedang memacu keras penurunan emisi GRK dengan strategi mencapai NZE yaitu elektrifikasi, moratorium PLTU, membangun sumber energi baru dan EBT serta penerapan efisiensi energi,” ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya pada sambutanya atas nama Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN) yang secara resmi membuka Acara Energy Transition Conference and Exhibiton 2023, di Jakarta, Rabu (18/10/2023).

Siti menyebutkan dalam target pengurangan emisi nasional menjadi 31,89% dengan kapasitas nasional, dan mencapai 43,2% dengan dukungan kerja sama luar negeri, diproyeksikan penurunan emisi karbon dalam Enhance Nationally Determined Contribution (ENDC) dapat diperoleh dari sektor kehutanan (17,4-25,4%) dan dari sektor energi sebesar (12,5-15,5%).

Siti mengungkapkan Indonesia di tahun 2020 telah berhasil menurunkan emisi GRK yang berasal dari sektor FoLU yakni menjadi 182 juta ton CO2 eq emisi, dari semula lebih dari 900 juta ton CO2 eq emisi di tahun 2019. Meskipun demikian pada sektor energi Indonesia disebutnya masih merasakan tidak mudah menurunkan emisi GRK, dengan emisi pada tahun 2020 masih di angka 580 juta ton CO2 eq. Hal ini disebutkan karena tantangannya yang cukup besar, terutama karena Indonesia masih harus membangun untuk kesejahteraan masyarakat guna pemenuhan energi per kapita, khususnya listrik.

“Pemerintah saat ini sedang bekerja keras untuk penurunan emisi GRK sektor energi simultan dengan usaha-usaha kita di sektor FoLU, industri dan limbah,” ungkap Siti.

Untuk mempercepat penurunan emisi di sektro energi saat ini Pemerintah sedang bekerja keras dalam hal Energy Transition; dan pemerintah sedang terus berupaya mencari jalan dengan pengembangan teknologi dan investasi. Dari pembahasan bersama sektor Keuangan, maka untuk ini diperlukan energy transition mechanism.

Penyiapan Enegry Transition Mechanism (ETM) sesuai dengan rencana pembangunan energi nasional dan Nationally Determined Contributions (NDC) untuk melakukan transisi pembangkit listrik yang tinggi karbon dalam skala besar dan secara bertahap dapat mencapai pemenuhan dengan pembangkit energi terbarukan.

Dalam penerapan skema Energy Transition Mechanism dimaksud beberapa hal menjadi pertimbangan seperti: Pertama, Signifikansi Kapasitas Pendanaan ETM dengan Kebutuhan Biaya Transisi Energi; Peran Special Misson Vehicle (BPDLH dan PT SMI) dalam Skema ETM serta BUMN (kita pahami bersama bahwa BUMN berperan besar dalam langkah energi transition ini (seperti PLN dan PERTAMINA), diiringi juga oleh swasta; Kedua, keberadaan Pasar karbon nasional dengan kehutanan dan energi sebagai dua sektor utama; serta Ketiga, Kepemilikan Carbon Credit dari Hasil Early Retirement.

Upaya Indonesia dalam menurunkan emisi GRK dari sektor energi ini akan dibawa oleh Yth. Bapak Presiden pada COP-28 UNFCCC di Dubai pada 30 November hingga 12 Desember yang akan datang. Disana Indonesia akan menyuarakan hasil implementasi dan contoh kerja kongkrit dalam transisi energi menuju Energi Baru Terbarukan (EBT).

“Pada arena COP-28 nanti Yth Bapak Presiden direncanakan dapat menegaskan posisi Indonesia; sebagai leading by example. Ini penting, karena Indonesia kembali memberi contoh setelah contoh FoLU Net Sink di tahun 2021,” kata Siti.(RA)