JAKARTA – Pemerintah telah mencanangkan target besar dalam merespon perubahan iklim yang terjadi yakni Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Seluruh elemen bangsa menyatakan komitmennya untuk mendukung pencapaian target tersebut, tak terkecuali PT Bukit Asam Tbk (PTBA) sebagai salah satu perusahaan tambang batu bara nasional terbesar di tanah air, bagian dari Mineral Industry Indonesia (MIND ID) atau holding pertambangan.

Bukit Asam telah melakukan ancang-ancang untuk menjawab tantangan dunia yang bakal mengutamakan rendah emisi  dengan tetap konsisten menyediakan energi, dimana batu bara masih akan dibutuhkan dalam jangka panjang.

Manajemen telah menyusun peta jalan (Roadmap) manajemen karbon hingga 2050, baik bersifat pengurangan emisi (reducing emission sources) maupun peningkatan penyerapan emisi (increase carbon sinks).

Ada tiga pendekatan yang dilakukan PTBA berdasarkan roadmap manajemen karbon hingga 2050, yaitu dekarbonisasi operasi, reklamasi, dan studi CCUS (carbon capture, utilization, and storage).

Dalam hal dekarbonisasi operasi, inisiatif dengan mengidentifikasi proses sudah dilakukan sejak tahun 2021. Identifikasi ini termasuk menghitung besaran dekarbonisasi, identifikasi cost-benefit serta menentukan prioritas dan timeline dari proses pertambangan yang akan di-dekarbonisasi.

Untuk dekarbonisasi operasional tambang rencananya akan dilakukan dalam empat tahap. Tahap 1 pemanfaatan biodiesel, tahap 2 route redesign, tahap 3 penggunaan kendaraan listrik serta tahap 4 methane capture.

Apollobius Andwie, Sekretaris Perusahaan PTBA mengungkapkan salah satu upaya perusahaan menerapkan Eco Mechanized Mining yakni mengganti peralatan pertambangan yang menggunakan bahan bakar fosil menjadi elektrik.

“Beberapa alat berbasis listrik yang telah digunakan PTBA di antaranya 7 Ekskavator Listrik berjenis Shovel PC-3000, 40 Dump Truck sekelas 100 Ton hybrid (Diesel dan Listrik), dan 6 Pompa Tambang berbasis Listrik. Hasilnya, intensitas penggunaan energi PTBA berada di angka 0,279 GJ/Ton dan terus menurun,” kata Apollonius di Jakarta, Selasa (11/10).

Berdasarkan kajian perusahaan, penggunaan kendaraan listrik bisa memangkas penggunaan BBM 7 juta liter per tahun setara dengan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 19.777 tCO2e. Program ini dapat menghasilkan efisiensi biaya mencapai Rp47,7 miliar per tahun.

Perusahaan juga menerapkan E-Mining Reporting System, yaitu sistem pelaporan produksi secara real time dan daring sehingga mampu meminimalkan pemantauan konvensional yang menggunakan bahan bakar. Melalui penggunaan aplikasi Cisea yang dikembangkan manajemen mampu menghasilkan penghematan penggunaan BBM sebesar 1,2 juta liter per tahun atau setara dengan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 1.677 tCOe. Program ini diperkirakan bisa menghemat biaya operasi mencapai Rp10,78 miliar per tahun.

Upaya dekarbonisasi lainnya yakni penggantian bahan perusak ozon (BPO) seperti penggunaan refrigerant AC yang ramah lingkungan dan penggantian Halon 1211 pada alat pemadam api ringan (APAR).

PTBA juga sudah mulai menggunakan energi matahari atau solar cell (Pembangkti Listrik Tenaga Surya/PLTS) pada Tower Lamp Tambang dan Tower Dispatcher. Kemudian ada juga penggunaan power plant dengan batu bara sisa (fine coal), pengurangan emisi dengan hilirisasi tanaman pangan di desa Pagar Dewa, penggunaan BWE untuk coal handling.

Sementara untuk studi CCUS, Bukit Asam tengah menggelar kompetisi teknologi dekarbonisasi yang menitikberatkan inovasi di bidang carbon reduction dan CCUS dalam kegiatan Bukit Asam Innovation Award 2022 dengan tema Greenovator Indonesia. Dalam roadmap, pelaksanaan studi CCUS harus melalui lebih dari satu kali karena tingkat keekonomian CCUS yang berubah dari tahun ke tahun. Tahun 2023 dan tahun 2027 rencananya jadi tahun penentu keberlanjutan program CCUS. Kemudian tahun implementasi proyek CCUS ini juga dilakukan dalam dua tahap. Untuk tahap 1 konstruksi dilakukan tahun 2029, kemudian tahap 2 konstruksi dimulai tahun 2031.

“Kompetisi tersebut kita harapkan dapat mendukung lahirnya inovasi-inovasi terkait teknologi dekarbonisasi di bidang pertambangan, khususnya batu bara, untuk menciptakan pertambangan dan energi yang ramah lingkungan, andal, berkelanjutan,” ujar Apollo.

Selanjutnya program reklamasi untuk memulihkan lahan bekas tambang, PTBA hingga Juni 2022 telah menanam 1.333.350 batang pohon di areal seluas 2.144,3 hektar (ha). “Berbagai jenis pohon yang ditanam di antaranya Sengon, Jati, Mahoni, Kayu Putih, Akasia, Angsana, Merbau, Bambu, Jabon, Pinus, Johar, Longkida. Untuk tahun ini, PTBA menargetkan tambahan reklamasi lahan seluas 17,19 ha,” jelas Apollo.

Strategi untuk menekan emisi karbon dalam kegiatan operasi memang sangat krusial, pasalnya target produksi perusahaan dari tahun ke tahun tetap tinggi sejalan dengan meningkatnya kebutuhan energi. PTBA mematok produksi batu bara hingga akhir tahun ini di level 36,41 juta ton. Sementara realisasi produksi batu bara selama semester I-2022 mencapai 15,9 juta ton. Angka ini naik 20% dibandingkan realisasi produksi pada semester I-2021 yang sebesar 13,3 juta ton. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, penggunaan batu bara dalam negeri akan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2025 mencapai 208,5 juta ton, sementara untuk tahun ini kebutuhannya diperkirakan sebesar 165 juta ton.

Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), mengungkapkan upaya untuk menekan emisi di prioritaskan di semua lini penambangan antara lain efisiensi ini bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi digital. Kemudian penggunaan Biofuel. Selanjutnya percepatan reklamasi dan rehabilitasi. Lalu terakhir penggunaan sumber Energi Baru Terbarukan (EBT). “Seperti misalnya solar PV, sudah banyak dilakukan. Kemudian bisa mengolah batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME),” kata Hendra kepada Dunia Energi (12/10).

Lebih lanjut dia menilai roadmap dekarbonisasi yang diusung oleh PTBA cukup bagus dan patut diapresiasi, karena tidak terfokus di satu program. Ada banyak variasi yang nantinya jika dilihat secara luas ternyata mampu memberikan hasil maksimal untuk menekan emisi.

“Dalam roadmap tersebut dikombinasikan upaya reklamasi, penggunaan teknologi yang dapat mengurangi emisi secara signifikan (CCUS), terus juga pengolahan batu bara menjadi DME, serta penggunaan EBT (solar PV),” ujar Hendra. (RI)