JAKARTA – Pemerintah mengklaim perluasan program mandatory biodiesel B20 atau kewajiban mencampur solar dengan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) atau biodiesel sebesar 20% akan bisa langsung dirasakan manfaatnya pada tahun ini. Konsumsi biodiesel dipastikan akan meningkat hingga sekitar empat juta kiloliter (KL). Manfaat yang paling terasa adalah penghematan devisa negara.

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan penghematan devisa cukup signifikan. Hal ini terjadi lantaran kebutuhan penyaluran biodiesel non public service obligation (Non PSO) hingga akhir 2018 sekitar 1,2 juta kiloliter (KL). Proyeksi kebutuhan tersebut dihitung sejak 1 September 2018 tepat saat ditargetkan dimulainya penyaluran B20 Non PSO diberlakukan hingga 31 Desember 2018.

“Kami hitung sisa waktu yang September ke sana. Kalau dari PSO itu totalnya 2,8 juta KL yang tambahannya, Non PSO itu 1,2 juta KL, empat jutaan totalnya,” kata Rida di Kementerian ESDM, Senin malam (6/8).

Dari proyeksi tersebut maka potensi pengurangan impor solar dari mandatory B20 Non PSO juga sebesar 1,2 juta KL. Jika 1,2 juta KL dikali 80% dibagi 156 (konversi barel ke liter) adalah 0,6 miliar, dikalikan dengan kurs rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp 14.400, maka potensi penghematan yang dihasilkan mencapai Rp8,6 triliun.

“Itu hematnya. Jadi devisa. Kita tidak perlu lagi ngegerogotin kantor sebelah (Bank Indonesia), dan satu lagi kan kalau kemudian CPO atau sawit yang berupa biodisel diekspor itu mereka juga kan dollarnya wajib dibawa ke dalam, ngendap lagi di sini jadi banyak efeknya,” ungkap Rida.

Pemerintah menargetkan perluasan konsumsi B20 akan bisa dimulai pada 1 September 2018 seiring dengan akan rampungnya regulasi baru berupa peraturan presiden (Perpres) sebagai landasan hukum kebijakan baru tersebut.

Menurut Rida, untuk B20 PSO pemerintah akan melakukan adendum penambahan kuota FAME yang disalurkan badan usaha yang terhitung sejak November hingga Desember. Ada lima badan usaha yang akan bertugas untuk memasarkan B20, baik untuk PSO dan Non PSO. Kelimanya merupakan perusahaan yang telah mengantongi izin niaga dari Direktorat Migas Kementerian ESDM untuk memasok solar dari luar negeri.

Untuk Non PSO ada 176 badan usaha dan akan diseleksi hanya yang memiliki izin impor saja. Itu pun kemudian akan dipilih kembali lima besar dan dilakukan perhitungan ulang apabila solar bisa dipenuhi dari kilang dalam negeri maka impor solar sepenuhnya akan di stop.

“Kalau bisa (penuhi) ya stop sesuai dengan tujuan utama dari program ini, yaitu mengurangi impor jadi bisa hemat devisa. Jadi tujuan utamanya bukan memasarkan sawit tapi menghemat devisa,” tandas Rida.(RI)