JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diminta untuk tetap menjaga produksi batu bara pada 2019. Hal ini lantaran dengan penambahan produksi akan turut mempengaruhi harga batu bara, khususnya untuk batu bara berkalori rendah.

Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), mengatakan permintaan batu bara kalori tinggi cenderung stagnan belakangan ini. Disisi lain, batu bara berkalori rendah yang banyak diproduksi oleh perusahaan tambang Indonesia sedang tumbuh.

“Batu bara kalori rendah sedang hot sekarang ini. Permintaannya sedang bagus,” kata Hendra di Jakarta, Senin (8/4).

Pada 2019, pemerintah mematok produksi batu bara secara total sebesar 490 juta ton. Proyeksi itu melebihi target yang ditetapkan tahun lalu sebesar 485 juta ton.

Pemerintah tahun lalu sendiri menambah kuota batu bara sebesar 100 juta ton, meskipun yang disetujui penambahan produksinya hanya 21,9 juta ton dari 32 perusahaan. Sementara untuk 2018 realisasi produksi batu bara mencapai 557 juta ton jauh di atas target pemerintah.

Pemerintah menuturkan peningkatan produksi tersebut terjadi lantaran penambahan produksi dari Izin Usaha Produksi (IUP) di daerah meningkat drastis.

Hendra menjelaskan kondisi permintaan batu bara kalori rendah sebaiknya didukung oleh kebijakan pemerintah dengan cara menjaga level produksi.

Peluang penambahan produksi akan berpengaruh pada pergerakan harga batu bara. Apalagi volume produksi sangat mempengaruhi harga batu bara. “Kalau ada penambahan produksi rentan turun,” ungkap dia.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, mengatakan penambahan produksi batu bara tergantung dari hasil evaluasi produksi pada pertengahan 2019. Peningkatan produksi itu hanya diberikan bagi perusahaan yang memenuhi kewajiban alokasi batu bara dalam negeri (domestic market obligation/DMO). “Kita lihat Juni nanti seperti apa,” kata Bambang.

Volume produksi batu bara berkaitan dengan harga batu bara hal ini bisa dilihat dari kondisi harga batu bara sekarang ini yang menunjukkan tren penurunan dengan berlimpahnya produksi.

Pada September 2018 posisi Harga Batu Bara Acuan (HBA) US$104,81 per ton. Kemudian terkoreksi di bulan berikutnya jadi US$100,89 per ton lalu di bulan November sebesar US$97,90 per ton. Penutupan 2018 pun harga masih melemah di level US$92,51 per ton. Tren penurunan harga batu bara masih terjadi karena berada diposisi US$92,41 per ton di Januari. Pada Maret kemarin HBA sebesar US$90,57 per ton. Harga tersebut lebih rendah dibandingkan HBA pada Februari kemarin yang berada di level US$91,80 per ton.

Pada April ini HBA anjlok tembus US$ 88,85 per ton dan merupakan harga terendah yang diakibatkan kebijakan China membatasi impor batu bara sehingga pasokan batu bara melimpah.(RI)