TARAKAN – Masyarakat Suku Tidung Pesisir setiap tahun menggelar upacara penurunan padaw tuju dulung – perahu khas suku tersebut – dalam rangkaian ritual Festival Iraw Tengakayu. Pada saat itu, mereka melarung sesaji ke laut sebagai bentuk syukur kepada Tuhan atas berkah yang didapatkan masyarakat pesisir Kalimantan Utara itu dari kekayaan laut. Sesaji sebelumnya diletakkan di dalam meligay yakni bagian perahu yang menyerupai rumah yang berbentuk bujur sangkar. Empat sisinya memiliki pintu dengan atap bersusun tiga.

Kata padaw tuju dulung berasal dari bahasa Tidung yang memiliki arti perahu tujuh haluan. Pada bentuk haluannya, perahu tersebut memiliki tiga cabang. Cabang tengah bersusun tiga, sedangkan cabang kiri dan kanan masing-masing bersusun dua. Uniknya, perahu tersebut memiliki panjang tujuh meter sesuai jumlah hari dalam seminggu.

Sonny Lolong terinspirasi dengan perahu tradisional tersebut dan menjadikannya sebagai salah satu motif batik. Dia menamainya motif Padaw Tuju Dulung. Batik yang didominasi warna kuning dengan kombinasi coklat tersebut kini menjadi seragam resmi Aparatur Sipil Negara (ASN) Kota Tarakan, Kalimantan Utara. “Setiap Kamis, semua ASN di Tarakan memakai batik ini,” tutur Sony, saat ditemui di Tarakan, Rabu (19/10).

Perkembangan Batik Tarakan tidak terlepas dari peran Sonny Lolong. Pria bertubuh ceking kelahiran Sukabumi, 16 Juni 1963, itu merupakan pemilik Rumah Batik D’Erte yang banyak melahirkan motif bergaya budaya lokal Suku Tidung yang hidup di Tarakan seperti motif Tabur Bintang, Padaw Tuju Dulung, Sungkul Baloy, Tanduk Galung dan sebagainya.

Awalnya, Sonny bukanlah seorang pembatik. Dia mengenal teknik membatik setelah mengikuti pelatihan di Dinas Pedagangan Koperasi dan UMKM Tarakan pada pertengahan 2011. Ada sekitar 200 orang yang mengikuti pelatihan tersebut. Dari jumlah itu, sebanyak 20 orang dipilih untuk mengikuti pelatihan lanjutan di salah satu pusat batik di Yogyakarta. Sonny, bekas TKI illegal di Malaysia yang menetap di Tarakan sejak 1990-an, termasuk  salah satu yang terpilih.

Dia dengan tekun menyimak pelajaran membantik dengan semua alat selama lima hari. Ilmu dasar teknik membatik tersebut cukup menjadi modal bagi Sonny untuk memulai bisnis batik. Apalagi, pada waktu itu Pemerintah Kota Tarakan memberikan bantuan peralatan dan bahan membantik. Produksi pertamanya adalah batik cap. Motifnya sudah disediakan Pemerintah Kota Tarakan yang tak lain aneka motif Suku Tidung.

Batik-batik yang lahir dari tangan Sonny dan rekan pelatihan satu angkatannya itulah yang menjadi cikal bakal Batik Tarakan. Pemerintah daerah sangat senang dan mendukung perkembangan bisnis para perajin batik. Produk mereka kerap dipromosikan dan dibawa ke berbagai ajang pameran lokal maupun nasional.  Bahkan, motif batik Padaw Tuju Dulung sudah diresmikan menjadi seragam ASN Tarakan.

Sonny mulai merasakan prospek bisnis ini cukup cerah sehingga dia berani membuka Rumah Batik D’Erte pada 2012 yang berlokasi di Jl Nias, RT 03 No. 05 Kampung Satu Skip, Kecamatam Tarakan Tengah, Kota Tarakan. Bisnis itu dilakoninya sendiri. Tanpa karyawan. Jika mendapatkan pesanan cukup banyak, dia dibantu keluarganya di rumah.

Seiring waktu, motif batik yang diproduksinya kian beragam. Dia mulai menggarap motif batik yang diserap dari kearifan lokal, flora dan fauna setempat seperti motif bekantan, buah terap, pakis-pakisan di pesisir pantai hingga motif-motif yang lebih modern. Itulah sebabnya motif Batik Tarakan yang lahir dari tangan Sonny memiliki kekhasan dibandingkan produksi perajin daerah lain di Kaltara. Ciri khas lainnya adalah warna batiknya pun berbeda lantaran ia menghindari pewarna kimia dan memilih memakai pewarna alami yang ramah lingkungan. “Orang Kalimantan menyukai warna-warna batik yang ngejreng seperti warna pakaian orang Afrika. Saya memproduksi motif seperti batik di Jawa yang kalem tidak laku,” katanya. Tak heran apabila batik buatannya pernah dibeli orang Afrika.

Di tengah kesibukannya membatik, Sonny sangat peka terhadap kondisi lingkungan sekitarnya. Dia mengamati banyak penyandang disabilitas yang menganggur karena tidak bisa bekerja di lembaga pemerintahan maupun swasta. Padahal, mereka sudah dilindungi undang-undang dan diberikan kuota khusus guna mendapatkan pekerjaan yang layak.  “Saya tergerak merangkul dan menggali potensi mereka melalui batik. Apalagi jumlah pembatik di Tarakan sangat minim,” tutur Sonny.

Pengamatan Sonny tidak salah. Berdasarkan survey yang dilakukan Dinas Sosial Kota Tarakan, terdapat sekitar 321 penyandang disabilitas. Dibantu Pertamina EP (PEP) Tarakan Field dan didukung Pemerintah Kota Tarakan, pada 2019 membentuk Kelompok Usaha Bersama Disabilitas Batik (Kubedistik) sebagai upaya bersama untuk mengembangkan potensi lokal dalam kerajian batik. “Tarakan Field melalui Kubedistik membantu dan mencoba menyadarkan kawan-kawan disabilitas bahwa mereka punya potensi untuk dikembangkan,” kata Isrianto Kurniawan, Field Manager PEP Tarakan, yang merupakan bagian dari PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) sebagai Subholding Upstream Regional 3 Kalimantan Zona 10.

Pada tahun pertama program, sekitar 23 penyandang disabilitas yang bergabung dalam Kubedistik. Mayoritas penyandang tuna rungu dan tuna wicara. Mereka tinggal di Kampung Satu, Kampung Empat, Kampung Enam, Pamusian, Sebengkok, Markoni, Karang Anyar dan Memburungan. Pada saat ini, jumlahnya bertambah menjadi 26 orang.

Membina penyandang disabilitas bukan perkara mudah. Sonny merasakan adanya berbagai hambatan, terutama komunikasi dengan penyandang tuna rungu, karena dia tidak menguasai bahasa isyarat. “Saya dibantu oleh Pertamina yang membuat aplikasi Kubedistik Talk agar komunikasinya lancar. Komunukasi dengan aplikasi ini memang satu arah, tapi relasinya mulai cair. Saya dapat menyampaikan cara membatik yang benar mulai kain putih sampai siap untuk dijual,” ungkapnya.

Aplikasi Kubedistik Talk memanfaatkan teknologi pengenalan ucapan otomatis dari Google. dengan menjalankan transkripsi ucapan dan suara secara real-time di layar sehingga pengguna dapat berpartisipasi dalam percakapan atau diskusi. Pengguna dapat berpartisipasi aktif dalam percakapan dengan mengetik respons di layar sehingga bisa dibaca peserta atau anggota Kubedistik yang lain.

Hambatan lainnya adalah semangat dan emosi anggota Kubedistik yang labil. Mereka banyak yang lebih senang bermain. “Tetapi itu adalah sebuah proses. Saya berniat baik untuk mengajarkan cara membatik. Pelan tapi pasti ilmu itu bisa tersalurkan kepada mereka. Adik-adik di komunitas memiliki talenta untuk membuat motif batik bagus dan unik, tinggal saya mengarahkan sehingga motif batik itu mempunyai nilai jual,” katanya.

Ternyata apa yang dilakukan Sonny pada waktu itu belum cukup. PEP Tarakan Field menemukan keahlian membantik anggota Kubedistik masih rendah. Mereka kurang percaya diri, belum mendapatkan pendapatan pasti yang berkesinambungan, dan tidak memiliki karya khusus. Untuk itu, tutur Isrianto, selain menciptakan inovasi Kubedistik Talk Pertamina menggelar pelatihan produksi, mendirikan Rumah Batik Kubedistik, dan mempromosikan produk batik hasil kelompok Kubedistik. “Setelah melalui sejumlah proses, maka dari kegiatan itu, produk yang dihasilkan berupa batik ramah lingkungan dengan motif khas Tarakan,” imbuhnya.

Menurut Sonny, batik yang dibuat oleh kelompoknya ramah lingkungan. Hal itu dibuktikan dari penggunaan pewarna alam dalam proses pembatikan. Banyak limbah tumbuhan yang bisa diolah menjadi pewarna alam salah satunya limbah kulit pohon bakau (mangrove). Kubedistik juga mengkreasi canting khusus untuk membatik yang mudah digunakan penyandang disabilitas.

“Kubedistik menjadi satu-satunya kelompok yang punya instalasi pengelolaan air limbah. Hingga kini sudah enam motif batik sudah mendapatkan HAKI. Tiga motif di antaranya ada kaitannya dengan Pertamina dan lainnya motif lokal Tarakan,“ katanya. Motif itu adalah Pagun Patra, Telaga Patra, Rig Patra, Burung Enggang, Enggang Sejoli, dan Pakis Pesisir.

Sonny menuturkan munculnya motif batik yang terkait dengan Pertamina merupakan bentuk terima kasihnya karena telah dibantu perusahaan migas nasional itu. “Saya bertanya kepada Pertamina, sudah ada belum pembantik yang melahirkan motif khusus Pertamina? Ternyata belum ada. Di sinilah lahir yang pertama batik dengan motif Pertamina,“ katanya.

Proses kelahiran motif-motif batik tersebut – termasuk motif tradisional Tidung – sebagian besar melalui diskusi panjang dengan para seniman dan budayawan. Terkadang, Sonny melakukan apa yang dia sebut sebagai proses ”ATM” yakni amati, tiru, modifikasi. Jadi, kalau Sonny melihat sesuatu yang terkait dengan budaya, misalnya, dia amati bentuk dan motifnya, lalu meniru dan memodifikasinya dalam lembaran-lembaran kain batik. “Melahirkan motif adalah proses trial and error. Untuk menghasilkan batik motif padaw tuju dulung saya menghabiskan puluhan lembar kain sebagai eksperimen sampai didapatkan hasil yang pas. Satu lembar kain bisa puluhan ribu. Tapi, itulah proses yang harus dilalui,” paparnya.

Menurut Isrianto, keterlibatan PEP Tarakan Field menjawab kebutuhan sosial dan meningkatkan kapasitas kalangan penyandang disabilitas di Kota Tarakan yang tergabung dalam Kubedistik. “Kini mereka pun telah berkembang dan maju. Sebagai contoh ada yang ahli dalam pembatik, pembuat motif, penjahit, dan membuat batik cap,” ujarnya.

Sony berharap program Kubedistik bisa direplikasi baik untuk di dalam maupun luar Kota Taraka. Sesuai peta jalan dan rencana kerja 2023, dia siap menggandeng kelompok termarjinalkan. “Saya berharap Kubedistik tidak hanya untuk kaum disabilitas, tapi jadi kelompok untuk kaum yang termarjinalkan, yang punya HIV, atau mantan napi. Kubedistik bisa direplikasi di luar Tarakan dan bisa menjadi inspirasi kelompok rentan lainnya bahwa setiap orang mampu untuk menciptakan mimpinya,” katanya.

Arbain, Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Tarakan, mengatakan pemberdayaan yang dilakukan lewat Kubedistik berpotensi untuk direplikasi. Apalagi, kata dia, berdasarkan survey terbaru penyandang disabilitas di Tarakan terdatat lebih dari 800 orang. “Program pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui kerajinan batik di Yayasan Al-Marhamah. Bahkanm saat ini terdapat 15 orang tua jompo dapat berkreasi batik. “Kami ingin mendorong upaya ini untuk lebih berkembang ke depannya. Ujungnya perekonomian tentunya bisa terangkat,” katanya.

Lurah Kampung Satu Skip, Sijabat Khiris Tauan Maryanto, mengatakan program Kubedistik cukup membuat nama kelurahan yang terletak di Kecamatan Tarakan Kota tersebut sangat populer. Saat ini, kelurahan sedang bersiap mengikuti penilaian kelurahan berprestasi di Kaltara dan nasional. “Kelurahan ini merupakan paru-paru dunia karena sebagian besar wilayahnya adalah hutan lindung. Masyarakat kami memproduksi minyak kayu putih terbaik. Juga ada perajin tenun dan batik seperti Pak Sonny,“ katanya.

PEP Tarakan Field juga menggalang keterlibatan pemangku kepentingan dalam menjalankan program Kubedistik ini. Seperti Universitas Borneo Tarakan, Universitas Nasional, SLB Negeri Tarakan, Yayasan Al Marhamah Tarakan, dan Enviro Strategic Indonesia untuk kepentingan diseminasi pengetahuan dan ketrampilan membatik.

Untuk pelatihan dan pendampingan, PEP Tarakan Field menggandeng Dinas Sosial, Dinas Pariwisata, Dinas Perdagangan Industri dan Koperasi, dan Kelurahan Kampung Satu. Adapun Kemenko Bidang Perekonomian, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Bapekraf, Pemerintahan Kota Tarakan, PT Telkom Indonesia Tbk dan Bank Indonesia (BI) dilibatkan dalam promosi dan pemasaran batik Kubedistik.  Pada 2022, PEP Tarakan Field bersenergi dengan PT Askrindo dimana sebanyak 26 penyandang disabilitas mendapatkan perlindungan asuransi jiwa.

Menurut Isrianto, pelaksanaan program Kubedistik sejak 2019 telah menghasilkan sejumlah manfaat dan pemcapaian. Berdasarkan sustanability compass, dari aspek lingkungan berupa 360 kg/tahun limbah bakau dimanfaatkan sebagai pewarna batik, 6.600 kg CO2e/tahun berupa berkurangnya emisi, 360 kg/tahun limbah sisa pewarnaan bakau diolah menjadi pupuk kompos oleh KSM Ramah Lingkungan.

Dari aspek ekonomi berupa pendapatan kelompok dari penjualan batik senilai Rp143 juta per tahun, rata-rata pendapatan anggota kelompok dari produksi batik sebesar Rp1,3 juta per bulan, serta efisiensi biaya pengelolaan lingkungan sekitar Rp17,5 juta.

Kemudian dari aspek sosial (wellbeing) sebanyak 22 anggota Kubedistik telah berdaya dan terciptanya Inklusivitas kelompok, Kubedistik menjadi pelopor batik khas Tarakan dan pembatik ramah lingkungan yang pertama di Tarakan. “Saat ini, ada dua orang anggota Kubedistik yang siap mandiri menjadi produsen batik,“ kata Sonny.

Nilai IKM mencapai 93,95 yang berarti program ini termasuk kategori sangat baik dan nilai SROI 2,48. “Terakhir dari aspek sosial yaitu 12% penyandang disabilitas usia produktif Kota Tarakan berdaya, didapatnya 3 HAKI untuk karya seni motif batik, terbangun satu unit Rumah Batik Disabilitas, satu kelompok disabilitas Kota Tarakan, seorang fasilitator batik warna alam dan dua akademisi sebagai pendamping,“ beber Isrianto.

Perkembangan Kubedistik ini berdampak positif pada perkembangan Kota Tarakan. Kota ini ditabalkan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai salah satu kota inklusif untuk penyandang disabilitas. Perekonomian juga ikut bergerak karena permintaan batik terus meningkat. Terutama sejak Pemerintah Kota Tarakan mulai tahun ini resmi mewajibkan ASN menggunakan Batik Tarakan yang salah satunya hasil karya Kubedistik. “Kebijakan ini didorong oleh lahirnya Pergub Kaltara yang mewajibkan seluruh ASN Kaltara menggunakan batik lokal Kaltara,” kata Sonny.

Peraturan Walikota Tarakan tersebut keluar ketika penjualan batik seret akibat pandemi COVID-19. Padahal, saat itu anggota Kubedistik lagi senang-senangnya membatik. “Pertamina tampaknya intens berkomunikasi dengan Pemerintah Kota sehingga akhirnya lahir Perwali terkait batik ASN. Perwali keluar saat puncak pandemi. Perwali itu seperti oase karena produksi batik terserap,“ tutur Sonny. Pertamina turut memberikan order masker batik, APD dan face shield.

Lantaran kinerjanya bagus, Kubedistik memperoleh banyak apresiasi. Salah satunya adalah menjadi binaan Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional, Kemendag. Kubedistik diundang mengikuti program pendampingan pengembangan desain produk ekspor/Designers Dispatch Service (DDS) Tahun 2021. Pada Oktober 2021, Kubedistik terpilih mewakili Kaltara dalam ajang Trade Expo Indonesia (TEI) ke-36 di Jakarta yang diikuti perusahaan nasional dan calon pembeli dari dalam maupun luar negeri.

Selain itu, Kubedistik dilibatkan oleh Pertamina dalam pameran dan fashion show. Tak heran jika kini orderan batik Kubedistik – ditambah dukungan pemasaran lewat medsos – datang dari Sabang sampai Marauke sehingga Sonny kewalahan memenuhinya. “Kubedistik akan menjadi pusat pengetahuan batik. Saya kemarin diminta oleh salah satu anak perusahaan Pertamina untuk melatih pembatik di Sumatera. Siswa SMK Jurusan Tata Busana ada yang kerja praktik di sini. Minggu depan akan ada peneliti dari universitas datang ke sini,“ tutur Sonny. (Lili Hermawan)