Krisis harga yang sedang melanda batubara diprediksi bakal berlangsung hingga sembilan bulan ke depan. Dalam situasi seperti ini, yang bisa dilakukan oleh produsen batubara khususnya di Indonesia, ialah sebisa mungkin melakukan efisiensi, yang dibarengi penurunan volume produksi.

Tak heran sejumlah perusahaan tambang batubara di Tanah Air, sudah mencanangkan penurunan produksi pada 2012. Diantaranya PT Berau Coal yang merevisi target produksinya di 2012, dari 23 juta metrik ton menjadi 22 juta metrik ton per tahun. Penjualan Berau pun diturunkan menjadi 20 – 20,5 juta metrik ton per tahun untuk 2012.

Demikian pula PT Adaro Energy Tbk. Produsen batubara terbesar di Indonesia ini menurunkan target produksinya untuk 2012, dari 50 – 53 juta ton per tahun, menjadi 48 – 51 juta ton per tahun. Sejumlah analis menyebutkan, turunnya harga batubara akibat berlebihannya pasokan terutama di China dan India.

Direktur Keuangan Berau Coal, John Joseph Ramos mengakui, harga batubara produksi Berau turun rata-rata USD 10 per ton pada Semester I-2012. Per Juni 2012 harga rata-rata batubara Berau Coal berada di kisaran USD 78 per ton.

“Sejumlah analis yang optimis, memprediksi krisis harga batubara ini akan berlangsung hingga sembilan bulan ke depan. Sedangkan analis yang pesimis, memprediksi krisis harga batubara akan berlangsung selama 18 bulan,” ungkap Presiden Direktur Berau Coal, Rosan Perkasa Roeslani, saat ditemui pada pertengahan Agustus 2012.

Rosan mengaku, produsen batubara tidak mungkin mengendalikan harga di pasar. Satu-satunya yang dapat dikendalikan adalah biaya produksi. “Kami tidak mau terjebak dengan terus mendorong produksi, sementara margin (keuntungan) banyak berkurang,” terangnya.

John Ramos menambahkan, China dan Taiwan merupakan pasar utama ekspor batubara Berau Coal yang mencapai 40-45% dari total penjualan. Untuk tahun lalu, kawasan China – Taiwan – Hongkong menyerap sekitar 49% batubara produksi Berau Coal. Kemungkinan untuk tahun ini ekspor batubara Berau Coal ke kawasan itu turun 15%.

Rosan pun menambahkan, krisis harga batubara juga tergantung sejauh mana pengaruh krisis ekonomi di Eropa, berimbas ke kawasan Asia utamanya China dan India yang merupakan eksportir terbesar batubara Indonesia. “Kami berharap krisis tidak terlalu berdampak ke China. Karena kalau China batuk-batuk, kami pun ikut batuk,” tukasnya.

Toh demikian, sepanjang Semester I-2012 Berau Coal berhasil mendorong penjualan batubara sebanyak 9,8 juta metrik ton, dengan total pendapatan penjualan USD 770,45 juta. Naik 5,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Dari situ, PT Berau Coal berhasil membukukan laba sebelum pajak penghasilan sebesar USD 49 juta pada Semester I-2012. Total pendapatan penjualan ini didapat dari pasar domestik USD 143,31 juta, dan dari ekspor sebesar USD 627,14 juta.

John Ramos menambahkan lagi, sebanyak 95% batubara yang diproduksi Berau Coal pada 2012 sudah terkontrak, dan sekitar 90%-nya sudah diketahui harganya.