JAKARTA – Pemerintah diminta mengkaji secara komprehensif terkait potensi pemanfaatan gas di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Hal ini sehubungan akan berakhirnya kontrak gas alam cair (LNG) terbesar di Indonesia pada Desember 2020.

“Harus dibahas secara komprehensif agar semua stakeholder terlibat untuk mencari solusi optimal,” ujar Ibrahim Hasyim, Mantan Anggota Komite BPH Migas Periode 2012-2017, kepada Dunia Energi, Senin (14/9).

Ibrahim menjelaskan pada dasarnya sudah ada proyek pipa gas Kalija ( Kalimantan – Jawa ) dan sudah selesai tender, namun sampai saat ini belum juga dibangun.

“Baru hanya sepotong dari Semarang ke Kepodang. Seharusnya itu diteruskan sehingga gas di sana masuk dalam sistim pipa gas nasional. Bahwa ada keinginan sebagian gas itu untuk pembangunan industri di Kaltim, bicara lah,” ujarnya.

Arief Setiawan Handoko, Deputi Keuangan dan Monetisasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), sebelumnya menjelaskan kontrak dengan WBX berakhir di Desember 2020 dan tidak diperpanjang lagi.
Kesepakatan jual beli LNG antara PT Pertamina (Persero) dan WBX dilakukan pada 1973. Saat itu ada lima perusahaan yang sepakat membeli LNG Chubu Electric Co., Kansai Electric Power Co., Kyushu Electric Power Co., Nippon Steel Corp dan Osaka Gas Co. Ltd.. Dari hasil kesepakatan itu juga akhirnya terbangun kilang LNG pertama di Indonesia yang dibangun di Bontang dan waktu itu dibangun hanya dalam waktu 42 bulan.

Toho Gas Co pada 1981 juga ikut menandatangani kesepakatan pembelian LNG dari Bontang. Kemudian pada 2009 Pertamina dan para perusahaan Jepang terrsebut sepakat agar kontrak jual beli LNG menja

“Sebenarnya, proyek LNG Arun dan LNG Bontang itu dibangun untuk satu jangka waktu yang di sepakati dari awal, tegasnya sampai cadangan di situ habis. Semua investasi sudah dihitung seperti itu,” ujar Ibrahim.

Menurut Ibrahim, kontrak LNG di Arun sudah habis duluan dan utilisasi fasilitasnya pun semestinya sudah selesai. Namun, karena di sekitar kawasan LNG Arun ada kebutuhan gas, maka timbul gagasan untuk memanfaatkan beberapa fasilitas yang masih baik dengan bangun baru. “Maka lahirlah regasifikasi Arun Gas dan pipa gas Arun Belawan,” ujarnya.

Ibrahim mengatakan, logika yang sama sebenarnya sekarang terjadi di Bontang. Kontrak selesai.

“Tapi beda dengan Arun, di sekitar Bontang kemudian ditemukan sumber gas, yang peruntukannya belum jelas. Sangat disayangkan, temuan gas ini kenapa tidak dari jauh-jauh hari dibahas supaya dibeli juga oleh mereka dengan skema bisnis yang berbeda, mengingat besarnya dan kualitas cadangan gas temuan itu berbeda,” tandas Ibrahim. (RA)