JAKARTA – Setelah mendapatkan kepastian perpanjangan kontrak di tambang Grasberg, PT Freeport Indonesia berkomitmen menyelesaikan fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter dalam jangka waktu lima tahun atau 2023.

“Kami berkomitmen membangun smelter dibawah rezim Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang akan rampung dalam jangka waktu lima tahun,” kata Richard Adkerson, Presiden Komisaris Freeport Indonesia di Kementerian ESDM Jakarta, Jumat malam (21/12).

Seiring komitmen membangun smelter, Freeport bisa mengekspor tembaga yang tidak diolah di smelter Gresik.

Menurut Adkerson, terbitnya IUPK akan membuat Freeport tenang beroperasi melakukan kegiatan di tambang bawah tanah hingga 2041.

“Kami butuh stabilitas dari sisi keuangan maupun hukum. Melalui IUPK ini semuanya telah kami dapatkan, ini jelas merupakan kesepakatan,” papar Adkerson.

Hingga saat ini lokasi pembangunan smelter Freeport belum ditentukan.

Tony Wenas, Direktur Utama Freeport Indonesia, mengatakan akan segera menentukan lokasi pembangunan smelter dalam waktu dekat.

“Lokasi (smelter) akan segera ditentukan, sesuai tujuan pemerintah dalam hilirisasi,” ungkap Tony.

PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum resmi menguasai 51,2% saham Freeport setelah membayar sebagian saham yang dikuasai Freeport-McMoRan Inc dan hak partisipasi Rio Tinto.

Kepemilikan 51,23% tersebut nantinya akan terdiri dari 41,23% untuk Inalum dan 10% untuk Pemerintah Daerah Papua. Saham Pemerintah Daerah Papua akan dikelola perusahaan khusus PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPMM) yang 60% sahamnya akan dimiliki Inalum dan 40% BUMD Papua.

Inalum akan memberikan pinjaman kepada BUMD sebesar US$ 819 juta yang dijaminkan dengan saham 40% di IPMM. Cicilan pinjaman akan dibayarkan dengan dividen Freeport Indonesia yang akan didapatkan oleh BUMD tersebut. Dividen tidak akan digunakan sepenuhnya untuk membayar cicilan, namun ada pembayaran tunai yang diterima oleh pemerintah daerah.(RI)