JAKARTA – Pemerintah diminta memaksimalkan setoran pendapatan berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor energi, terutama pertambangan batu bara. Bahkan PNBP batu bara bisa dimanfaatkan untuk memberikan subsidi kepada bahan bakar minyak (BBM) yang kualitasnya lebih baik dibanding Premium.

Muhammad Nasir, Wakil Ketua Komisi VII DPR, mengatakan sampai sekarang PNBP batu bara tidak maksimal lantaran pengawasan yang lemah. Ini membuat PNBP masih terbilang rendah.

Padahal jika PNBP maksimal, dana yang masuk bisa segera dimanfaatkan untuk membiayai program yang langsung berdampak terhadap masyarakat.

“Supaya PNBP meningkat, mungkin  bisa turunkan harga Pertalite dari PNBP tambang batu bara,”kata Nasir disela rapat dengar pendapat dengan Dirjen Migas dan Dirjen Mierba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta, Senin (15/10).

Konsumsi Pertalite berpotensi melonjak seiring dinaikkannya harga Premium.

Untuk bisa mewujudkan usulan tersebut ada syarat utama yang harus dilakukan, yakni meningkatkan PNBP melalui peningkatan pengawasan.

Menurut Nasir, sektor pertambangan batu bara telah terbukti memberikan pemasukan yang jelas bagi negara. Untuk itu, harus ada penguatan pengawasan dengan penambahan anggaran bagi inspektorat pertambangan di daerah yang sering bermasalah.

Pengawasan selama ini hanya mengandalkan sistem manual, sehingga berpotensi terjadi masalah lebih besar dibanding menggunakan sistem monitoring dengan memanfaatkan teknologi.

“Saya miris pengawasan fungsi batu bara. Saya melihat peningkatan PNBP bisa dibesarkan. Semua tambang ini tidak benar, karena manual, dan inspekturnya konyol. Silahkan lakukan penelitian bangun teknologi IT monitoring di seluruh tambang batu bara,” ungkap Nasir.

Pengawasan dengan memanfaatkan teknologi informasi memang bisa jadi jalan keluar terhadap permasalahan pengawasan. Namun demikian dana yang dibutuhkan memang tidak sedikit.

Untuk itu menurut Nasir anggaran bagi peningkatan fasilitas pengawasan bisa saja dilakukan oleh Kementerian ESDM misalnya dari fungsi yang seharusnya tidak memerlukan dana terlalu besar seperti Badan Penilitian dan Pengembangan (Balitbang).

Pada tahun depan Balitbang sendiri mendapatkan alokasi anggaran mencapai Rp425 miliar. Kementerian ESDM diminta mengevaluasi besaran dana tersebut. Apabila tidak efektif maka bisa dialihkan langsung ke Ditjen Minerba.

“Rp 100 miliar- Rp 150 miliar untuk mengadakan mobilisasi untuk inspektor tambang,” tegas dia.

Dalam catatan Kementerian Keuangan Dari tahun 2009-2014 tren penerimaan PNBP Minerba meningkat, terutama karena peningkatan volume produksi dari 240 juta ton pada 2006 menjadi 458 juta ton pada 2014. Hampir lebih dari 70% penerimaan berasal dari batu bara.

Untuk 2016 saja kontribusi iuran royalti batu bara dan penjualan hasil tambang mencapai Rp 23,12 triliun, realisasinya melonjak pada 2017 menjadi Rp 35,54 triliun. Sementara pada tahun ini dari Januari hingga September Rp 35,86 triliun. Capaian ini sudah melampaui realisasi tahun lalu.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM,  mengatakan tidak mau berbicara banyak mengenai usulan anggota komisi energi. Pengawasan para pelaku usaha pertambangan sudah menggunakan monitoring real time dan sistem online. Lain cerita memang kalau para pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang turut diawasi oleh pemerintah daerah.

“Kami kan sudah gunakan online monitor sistem menggunakan satelit. Itu lebih kepada penguatan IT yang diawasi IT daerah terhadap pertambangan daerah,” tandas Bambang.(RI)