JAKARTA – Harga Batu bara Acuan (HBA) kembali mengalami lonjakan pada bulan Februari 2022. Tidak main-main kali ini kenaikan sebesar US$29,88 per ton atau menjadi US$188,38 sementara di bulan Januari 2022, berada di posisi US$158,50 per ton.

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, mengungkapkan kenaikan tersebut salah satunya dipicu meningkatnya permintaan global atas kebutuhan batu bara.

“Kenaikan HBA bulan Februari 2022 disebabkan oleh tingginya permintaan komoditas batu bara global,” kata Agung di Jakarta, Selasa (8/2).

Faktor lain yang memengaruhi kenaikan HBA adalah adanya kendala pasokan gas alam di Eropa. “Sebagian besar negara-negara Eropa beralih ke batubara demi memenuhi pembangkit listrik,” ungkap Agung.

Dorongan angka HBA juga tak lepas dari keputusan Pemerintah Indonesia yang sempat menjalankan kebijakan larangan ekspor per 1 Januari 2022 untuk mengatasi kebutuhan dalam negeri. Pemerintah sendiri akhirnya mencabut larangan tersebut bagi perusahaan yang tercatat sudah mematuhi ketentuan DMO pada 31 Januari 2022 lalu.

HBA sendiri merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt’s 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8%, Total Sulphur 0,8%, dan Ash 15%.

Nantinya, harga ini akan digunakan secara langsung dalam jual beli komoditas batubara (spot) selama satu bulan pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Veseel).

Terdapat dua faktor turunan yang memengaruhi pergerakan HBA yaitu, supply dan demand. Pada faktor turunan supply dipengaruhi oleh season (cuaca), teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga teknis di supply chain seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.

Sementara untuk faktor turunan demand dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro. (RI)