TARAKAN – Benar kata orang. Di balik krisis selalu ada peluang. Itu pula yang dirasakan ibu-ibu yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) Kartini, di Kelurahan Kampung Enam, Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Pandemi COVID-19 menyebabkan mereka saat ini memiliki produk minuman kesehatan yang sudah terjual ke mancanegara dengan merek “Jaepongan“.

“Kegiatan kami awalnya murni aktivitas sosial untuk membantu penanggulangan pandemi COVID-19 di Tarakan. Alhamdulillah setelah krisis berlalu menjadi bidang usaha yang menghasilkan bagi kelompok,” tutur Vita Nurasmah, aktivis penggerak KWT Kartini yang juga Ketua Komunitas “Kelingan” atau singkatan dari Kampung Enam Peduli Penanggulangan COVID-19, saat ditemui di Tarakan, beberapa waktu lalu.

Nama Jaepongan sekilas mirip dengan nama tarian yang sangat popular di Jawa Barat. Vita menyebutkan Jaepongan merupakan singkatan dari “jahe, empon-empon, produksi Kelingan”. Produk jamu ini sangat ngehits ketika pagebluk COVID-19 melanda Indonesia beberapa waktu silam. “Bahkan, ada warga Tarakan yang menyebutnya sebagai obat COVID bukan empon-empon. Itu saking terkenalnya jamu ini pada saat pandemi,“ tutur Vita.

Pandemi COVID-19 adalah bencana internasional non-alam. Pemerintah Kota Tarakan mengumumkan kasus pertama COVID-19 pada April 2020, tidak lama berselang setelah pandemi ini dinyatakan sebagai bencana nasional. “Terjadi kepanikan pada sebagian besar masyarakat. Pada waktu itu edukasi mengenai COVID-19 masih sangat minim dan berita serta informasi hoax tersebar dengan sangat cepat,“ tutur Isrianto Kurniawan, PT Pertamina EP Tarakan Field Manager, di Tarakan, Rabu (18/10).

Isrianto yang akrab disapa Iwan menuturkan terjadi panic buying yang menyebabkan kelangkaan bahan kebutuhan pokok, masker, cairan pembersih, serta APD bagi tenaga kesehatan. Pemberlakukan PSBB selama beberapa bulan semakin membatasi ruang gerak masyarakat. Terlebih lagi Pemerintah Kota Tarakan sangat membatasi transportasi keluar masuk Tarakan seperti pesawat dan kapal. Kehidupan masyarakat semakin terbatas.

Tarakan Field sebagai salah satu industri hulu migas di Kota Tarakan juga turut terdampak pandemi COVID-19. Iwan mengatakan Tarakan Field berusaha mempercepatan penanggulangan pandemi antara lain melalui kegiatan karitatif. Perusahaan memberi bantuan handsanitizer, masker, APD, dan bahan makanan bagi pihak yang membutuhkan. “Distribusi bantuan sosial oleh Tarakan Field ini tersebar hingga ke Kabupaten Nunukan dan Kota Tanjung Selor. Perusahaan bahkan menyediakan wastafel portable yang dipasang di titik-titik strategis Kota Tarakan sehingga memudahkan masyarakat untuk mencuci tangan,” tuturnya.

Namun, kata Iwan, perusahaan sadar bantuan sosial tidak akan bertahan lama. Masyarakat pada akhirnya harus mampu berdaya, bahkan di tengah situasi pandemi sekalipun. Tarakan Field lantas menjalankan program pemberdayaan masyarakat tingkat kelurahan, yakni Kampung Enam Peduli Penanggulangan COVID-19 atau “Kelingan COVID-19” yang kemudian lebih dikenal dengan “Kelingan”.

“Program Kelingan dimulai pada 2020 sebagai respons Tarakan Field terhadap kondisi pandemi. Tarakan Field sangat memahami satu-satunya cara untuk tetap berdaya selama masa pandemi adalah melalui pemberdayaan masyarakat,” tegas Iwan.

Tarakan Field kemudian bermitra dengan KWT Kartini dengan jumlah 10 orang. Namun, pada dasarnya program ini menyasar masyarakat Kelurahan Kampung Enam secara umum yang berjumlah sekitar 7.000 jiwa. Tarakan Field tidak membatasi diri memberi manfaat program kepada mitra binaannya saja. Program ini berdampak pada pemberdayaan ekonomi warga miskin, terutama melalui produksi jamu tradisional dan pertanian hidroponik.

“Kampung Enam menjadi sasaran pemberdayaan PEP Tarakan karena lebih dari separo yang terkena COVID-19 bertempat tinggal di sini. Mungkin karena di sini banyak pegawai termasuk yang bekerja di rumah sakit,” tutur Vita.

Jika pada tahun pertama kegiatan masih bersifat bantuan, memasuki 2021 Tarakan Field fokus pada pengembangan UMKM jamu Jaepongan. Jamu ini cukup diminati oleh masyarakat Kota Tarakan dan mendapat kunjungan dari Walikota Tarakan. Meskipun berupa produk rumah tangga, jamu Jaepongan berpotensi sebagai produk UMKM unggulan Kota Tarakan.

“Untuk itu, perlu diperhatikan quality control produk, skema pemasaran, dan lain sebagainya. Tarakan Field berupaya agar jamu ini dapat diterima di pasar luas di wilayah Tarakan dan sekitarnya. Perusahaan berupaya melengkapi legalitas produk seperti PIRT dan lain sebagainya. Dengan demikian, semakin membuka luas peluang pemasaran produk di pasar modern,” ungkap Iwan.

Meskipun fokus pada pemberdayaan ekonomi, PEP Tarakan pada waktu itu tidak melupakan tanggap darurat COVID-19. Kelompok Kelingan melakukan edukasi protokol kesehatan kepada masyarakat.

Tarakan Field berupaya agar produk Jaepongan dapat dipasarkan secara luas di pasar modern maupun e-commerce. Salah satu syarat untuk perluasan pasar adalah sertifikasi BPOM untuk produk jamu. Perusahaan berkoordinasi dengan BPOM Kota Tarakan terkait proses dan prosedur sertifikasi BPOM. Untuk persiapan sertifikasi BPOM, Tarakan Field bekerja sama dengan PT Telkom untuk coaching clinic. “Kegiatan ini diperuntukkan pelakuk UMKM di Kota Tarakan yang hendak memperoleh sertifikasi BPOM. Berlokasi di Rumah Kreatif BUMN, anggota Kelingan mengikuti coaching clinic yang dibawakan oleh tim dari BPOM Kota Tarakan,“ ungkap Iwan.

Untuk mengembangkan usaha jaepongan sebagai produk UMKM unggulan, Tarakan Field melakukan benchmarking. Produk jaepongan adalah jamu tradisional berbentuk bubuk, benchmarking dilakukan di Omah Jamu yang dikelola Kelompok Jati Husada Mulya Mandiri. Omah Jamu berlokasi di Kabupaten Bantul, Yogyakarta dan merupakan binaan PT Pertamina (Persero) TBBM Rewulu.

Sama halnya dengan Kelingan, Kelompok Jati Husada Mulya Mandiri memproduksi jamu tradisional berbahan dasar tanaman obat keluarga berbentuk bubuk. Benchmarking dilakukan untuk belajar pengembangan program, terutama dari segi packaging, kelangsungan produksi, dan pemasaran. “Omah Jamu dipilih menjadi lokasi benchmarking karena berhasil mengembangkan kelompok yang saat ini berstatus mandiri,” kata Iwan.

Untuk mampu memproduksi jamu, anggota KWT Kartini diberi pelatihan membuat jamu tradisional berbahan dasar rempah-rempah tanaman obat keluarga. Menurut Vita, awalnya produk jamu ini diselipkan pada paket bantuan sosial bagi warga Kampung Enam yang terkena COVID-19 dan melakukan isolasi mandiri di rumah. Ramuan minuman kesehatan empon-empon dinilai mampu meningkatkan daya tahan tubuh. “Setelah itu, produk Jaepongan banyak yang cari,” katanya.

Vita tidak mengira jika dari awalnya kegiatan gotong-royong para ibu dalam tanggap COVID-19, kini bisa produktif dan menghasilkan pemasukan bagi KWT Kartini. Saat ini, ada tiga varian produk Jaepongan yakni empon-empon, jahe, dan jahe merah. Produk ini aktif dipasarkan melalui media sosial sehingga sudah memiliki pelanggan hingga ke mancanegara seperti Singapura, Malaysia, hingga Uni Emirat Arab.

Dalam sebulan kelompok bisa memproduksi sampai 30 kilogram ramuan produk Jaepongan atau setara dengan 300 kemasan. Dengan harga jual Rp15.000 per bungkus, pemasukan KWT Kartini dari produk jamu mencapai Rp4,5 juta per bulan. “Itu rata-rata, kalau permintaan banyak produksi bisa ditambah. Misalkan kalau ada pameran yang digelar Pertamina atau buat oleh-oleh,” kata Vita.

Penghasilan itu biasanya dibagi rata kepada semua anggota kelompok. Namun, mulai tahun ini, pengurus KWT Kartini akan memberlakukan upah harian dalam produksi jamunya.

Anwar Arifudin, Sekretaris Kelurahan Kampung Enam, mengakui aktivitas produktif serta bermanfaat dari para ibu di Kampung Enam tidak terlepas dari peran PEP Tarakan Field, di bawah PHI Regional 3 Kalimantan Zona 10, sebagai fasilitator untuk Komunitas Kelingan. “Alhamdulillah sampai saat ini kegiatannya masih dijalankan,” ujarnya.

Melihat respons pasar yang bagus, pihak Pertamina juga menggugah para ibu dari KWT Kartini untuk kreatif melakukan diversifikasi produk. Pasar meminta produk minuman yang jauh lebih sehat. Vita menuturkan bahwa produk Jaepongan akan hadir dalam varian nongula. “Itu baru mau kami ujicoba untuk memproduksi jamu yang nongula. Masih melakukan eksperiman karena cara memprosesnya beda,” katanya.

Iwan menambahkan pemberdayaan ekonomi lewat program Kelingan tidak hanya melalui produksi jamu Jaepongan saja. Tahun lalu, Tarakan Field memberikan pelatihan budidaya tanaman obat keluarga dan sayur mayur. Berpusat di kebun KWT Kartini, kelompok belajar budidaya sayur mayur organik. Sayur mayur yang ditanam antara lain tomat, cabai, selada, dan tanaman obat keluarga. “Hasil panen sayur mayur walaupun tidak banyak namun mencukupi kebutuhan harian anggota,” ungkapnya.

Sistem pertanian ini menggunakan sistem pertanian organic sehingga sayur mayur yang dihasilkan jauh lebih sehat karena tidak menggunakan bahan kimia, Program ini diarahkan agar berdampak pada penyelamatan lingkungan. Pupuk kompos sebagai pengganti pupuk kimia diperoleh dari KSM Ramah Lingkungan, mitra binaan Tarakan Field yang kini berstatus sebagai mitra kerja.

KSM Ramah Lingkungan setiap harinya mengelola sampah yang sudah dipilah masyarakat Kelurahan Kampung Enam. Sampah organik yang dikumpulkan diolah menjadi pupuk kompos dan kemudian dimanfaatkan kelompok Kelingan.

Program Kelingan yang dilaksanakan oleh Tarakan Field ini mendukung pencapaian beberapa SDGs, antara lain: Tujuan nomor 3 Good Health and Well-Being.  Program ini menjadi upaya nyata perusahaan turut serta menghentikan penyebaran virus dan menyebabkan masyarakat dari kelas menengah ke bawah memiliki penghasilan harian.

Program ini mendukung pula tujuan 5 yakni Gender Equality: Empower all Women and Girls. Sebagian besar anggota Kelingan adalah ibu rumah tangga yang pemenuhan kebutuhan sehari-harinya bergantung pada penghasilan suami. Adapula yang berstatus janda dan kebutuhan hidupnya bergantung pada bantuan dari anak-anaknya. Pemberdayaan ekonomi melalui produksi. (Lili Hermawan)