JAKARTA – Pemerintah menargetkan pemanfatan energi baru terbarukan (EBT) mencapai 23% dari bauran energi nasional pada 2025. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah terus berupaya meningkatkan kapasitas infrastruktur pembangkit listrik EBT, baik melalui jalur komersil maupun non komersil.

Haris, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, mengatakan pemerintah mengintensifkan pembangunan infrastruktur energi untuk masyarakat pedesaan, pulau terluar dan kawasan perbatasan berupa pembangkit listrik berbasis surya, mikrohidro, bayu, arus laut, dan biomassa dengan sistem off grid. Sementara pengembangan pembangkit listrik EBT oleh sektor swasta melalui sistem on-grid dan off-grid komunal.

“Untuk yang komersial ada Permen ESDM Nomor 50 Tahun 2017. Untuk yang didanai oleh Pemerintah Daerah (Pemda) juga ada regulasi yang mengatur,” kata Haris di Jakarta, Selasa (19/11).

Pemerintah optimistis pengembangan EBT merupakan salah satu solusi mengatasi ketergantungan terhadap impor bahan bakar fosil yang memberatkan neraca perdagangan nasional.

Sejumlah kendala yang dihadapi pihak swasta selaku investor, terutama terkait pembiayaan dalam pengembangkan pembangkit listrik berbasis EBT. Sepanjang tahun 2017-2018 terdapat 75 kontrak PLT EBT, dimana 13 sudah komersial, 30 sedang konstruksi dan 32 lainnya masih mencari pembiayaan.

“Ini sulit sekali untuk mengurangi dari 32. Banyak kendala yang terdapat di sana, terutama masalah bankability dari project,” ujar Haris.

Harris menjelaskan saat ini pemerintah tengah berupaya mengimplementasikan target pengembangan EBT yang telah ditetapkan pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), salah satunya melalui penyusunan peta jalan (roadmap) EBT.

“Strategi pengembangan EBT antara lain mendukung pelaksanaan RUPTL PLN Persero 2019-2028, dan menciptakan pasar-pasar energi yang baru melalui sinergi BUMN, sinergi dengan rencana pembangunan daerah, serta sinergi dengan rencana pengembangan dengan Kementerian/Lembaga lain,” tandas Haris.(RA)