JAKARTA – Pemerintah sampai saat ini belum menerapkan kebijakan baru terkait tarif royalti ekspor batu bara dan domestik yang rencananya akan diterapkan secara progresif.

Azis Armand, Vice President Director and CEO Indika Energy, mengungkapkan manajemen memaklumi apa yang menjadi concern dari pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara. Namun dalam pelaksanannya tetap harus ada beberapa detail yang dibahas bersama para pelaku usaha.

“Saya rasa dengan progresif ini pemerintah ada mempertimbangkan bahwa perusahaan harus hidup. Kita juga nggak mau menang-menangan sendiri jadi hal hal itu yang perlu didiksuikan,” kata Azis (4/4).

Menurut dia perusahaan juga akan melihat kondisi cadangan batu bara serta biaya produksi. Jika memang masih sesuai dengan keekonomian maka penerapan royalti progresif bisa saja diterapkan.

“Sebenernya kan selama semua make sense buat perusahan tetep memproduksi tidak merubah adanya cadangan yang signifikan. Karena itu kan tetep sama cost tambahan biaya dari kita. nah itu kita harus tetap aja memperhitungkannya ahrus make sense berpaa banyak,” ungkap Aziz.

Pemerintah berencana untuk menaikkan royalti bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan juga Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Hal tersebut bertujuan untuk menambah penerimaan negara melalui pengenaan royalti batu bara secara progresif berdasarkan tingkat harga batu bara.

Misalnya, harga batu bara mencapai US$ 70 per ton ke bawah, maka royalti yang akan dikenakan mencapai 14%. Jika harga batu bara US$ 70 – US$ 80, royalti mencapai 16%. Kemudian harga batu bara US$ 80 – US$ 90 per ton royaltinya 19%, dan harga batu bara US$ 90 – US$ 100 royaltinya mencapai 22%. Adapun jika harga batu bara di atas US$ 100 maka royalti yang dikenakan mencapai 24%. (RI)