JAKARTA – Pemerintah memastikan belum ada rencana untuk menghentikan kebijakan larangan ekspor nikel kadar rendah meskipun telah menelan kekalahan dalam gugatan dari Uni Eropa terhadap kebijakan pemerintah di World Trade Organization (WTO).

Joko Widodo, Presiden Indonesia, menyatakan larangan ekspor nikel adalah hak sebuah negara dalam mengelola sumber daya alamnya. Indonesia sendiri kata dia telah merasakan manfaat dari kebijakan larangan ekspor nikel tersebut.

“Sampai sekian tahun lalu Indonesia masih mengekspor nikel dalam bentuk bahan mentah yang nilainya hanya US$1,1 miliar. Setelah pemerintah memiliki smelter dan menghentikan ekspor dalam bentuk bahan mentah, pada tahun 2021 ekspor nikel melompat berkali-kali lipat menjadi US$20,8 miliar atau Rp300 triliun lebih,” kata Join dalam akun resmi sosial medianya, Rabu (30/11).

Akibat kebijakan yang jelas menguntungkan bagi negara itu, Indonesia digugat oleh Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Meskipun Indonesia kalah dalam kasus tersebut, pemerintah kata Jokowi telah mengajukan banding. Karena itu sampai keputusan final nanti, Indonesia kata Jokowi tetap bakal terapkan larangan ekspor nikel kadar rendah.

“Kita masih terus melakukan hilirisasi untuk bahan-bahan tambang, bukan hanya nikel tapi juga yang lainnya seperti bauksit,” ujar Jokowi.

Menurut dia, gugatan ke WTO merupakan hak negara lain yang merasa terganggu dengan kebijakan pemerintah Indonesia. Tapi di sisi lain Indonesia juga mempunyai kepentingan sendiri untuk urusan hilirisasi dan keberlanjutan tambang mineral tanah air serta kemajuan bangsa Indonesia sendiri.

“Namun, Indonesia juga memiliki hak untuk menjadi negara maju,” tegas Jokowi.