JAKARTA – PT Pertamina EP (PEP) hingga akhir September 2019 membukukan pendapatan sebesar US$2,2 miliar dan laba bersih US$492,43 juta. Jika dibanding periode yang sama tahun lalu, raihan sembilan bulan pertama 2019 lebih rendah.

Nanang Abdul Manaf, Direktur Utama Pertamina EP, menyebutkan harga minyak yang lebih rendah dan beban selisih kurs menjadi faktor utama yang membuat kinerja keuangan Pertamina EP terkoreksi. Pada kuartal III 2018, PEP mencatat laba selisih kurs sebesar US$80,99 juta.

“Pendapatan terkoreksi karena harga minyak yang pada periode hingga kuartal III 2018 sebesar US$67,95 per barel turun menjadi US$62,01 per barel pada periode yang sama tahun ini,” ujar  Nanang di Jakarta, Rabu (23/10).

Menurut Nanang, kinerja yang lebih rendah merupakan akibat dari penetapan asumsi yang tidak tepat di awal tahun. Harga minyak dunia yang diproyeksika US$70 per barel,  ternyata realisasi hingga September hanya US$62 per barel.

Sementara itu nilai tukar hingga kuartal III 2019 rata-rata Rp14.173 per dolar AS atau di bawah asumsi perusahaan sebesar Rp15.000 per dolar AS.

“Jadi jika meleset dari target dan kinerja (keuangan) tidak tercapai, maka itu bisa dikatakan karena asumsi yang meleset. Kalau asumsi meleset, target revenue dan profit juga akan meleset,” kata Nanang.

PEP juga telah menyerap Anggaran Biaya Operasi (ABO) hingga kuartal III 2019 sebesar US$840,94 juta yang mencakup operation sendiri US$786,74 juta dan mitra operation US$54,20juta atau 71% dari RKAP 2019 sebesar US$1,176 miliar.

Untuk penyerapan Anggaran Biaya Investasi, hingga akhir September 2019 sebesar US$405,84 juta atau sebesar 74% dari RKAP 2019 sebesar US$557,40 juta.(AT)