JAKARTA – Komisi VII DPR mempertanyakan kontribusi perusahaan tambang milik negara yang tergabung dalam holding BUMN tambang sepanjang 2019 yang justru anjlok dibanding tahun sebelumnya. Padahal pembentukan holding untuk mengakuisisi 51% saham PT Freeport Indonesia dijanjikan akan memberikan penerimaan lebih banyak kepada negara.

Sugeng Suparwoto, Ketua Komisi VII DPR mengaku heran dengan kinerja operasi holding tambang dibawah koordinasi Mineral Industry Indonesia (MIND ID) yang justru menurun sehingga berdampak terhadap realisasi penerimaan negara.

“Kenapa ini justru malah turun penerimaan negara, padahal dulu saat divestasi Freeport, pembentukan holding tambang kan meningkat semuanya,” kata Sugeng disela rapat dengar pendapat dengan manajemen MIND ID, Jakarta, Rabu (22/1).

Berdasarkan data realisasi kontribusi konsolidasi perusahaan dibawah MIND ID kepada negara hingga September 2019 dividen sebesar Rp1,087 triliun, jauh menurun dibanding periode yang sama 2018 sebesar Rp1,9 triliun. Pembayaran pajak juga jauh dibawah realisasi 2018. Jika  2018 pembayaran pajak MIND ID bisa mencapai Rp 5,057 triliun, namun hingga September 2019 pembayaran pajak perusahaan dibawah MIND ID baru mencapai Rp3,72 triliun.

Untuk penerimaan royalti MIND ID sampai September tahun lalu baru Rp1,13 triliun, padahal tahun sebelumnya penerimaan royalti bisa mencapai Rp 1,4 triliun. Biaya IUP hingga september 2019 sebesar Rp 36 miliar sementara realisasi tahun 2018 mencapai Rp 39 miliar. Hanya penerimaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) saja yang alami peningkatan ketimbang tahun 2018. Tahun lalu PNBP mencapai Rp 617 miliar sedangkan pada tahun 2018 PNBP sebesar Rp 483 miliar.

Orias Petrus Moedak, Direktur Utama MIND ID, mengatakan kehadiran Freeport akan berdampak pada kontribusi penerimaan negara. Hanya saja itu baru bisa dirasakan tidak dalam waktu dekat, melainkan untuk jangka panjang.

“Dampak jangka panjang di mana secara jangka pendek kita harus sama-sama menahan diri. Kita melihat hasil kinerja keuangan ini kok turun ya ini sesuatu yang memang sesuai dengan perhitungan bahwa kita akan turun si dalam 2-3 tahun,” kata Orias.

Tapi ia menjanjikan kinerja Freeport akan kembali meningkat seiring dengan mulai beroperasi penuhnya tambang bawah tanah Freeport di Grasberg. Menurut dia apa yang terjadi sekarang sudah sesuai dengan perkiraaan.

Dia menceritakan sebelumnya kalau membayar dividen bisa sampai US$ 2 miliar sementara kepemilikan negara di Freeport sebelumnya hanya 9%
atau jika dikonversi hanya sekitar US$ 180 juta atau hanya 1/10 dari seluruh dividen yang dibagikan Freeport kepada para pemegang sahamnya.

Menurut Orias jika sudah beroperasi optimal maka dividen yang diterima pemerintah dari Freeport ditargetkan bisa mencapai paling tidak US$ 1 miliar.

“Jadi kami berharap masuk ke 2022 – 2023 dan seterusnya tingkat dividen yang kita terima itu di tingkat Rp 1 miliar kalau dengan kurs sekarang mungkin sekitar Rp 14 triliun jadi ini ya sesuatu yang menjanjikan tetapi itu dalam jangka panjang,” kata Orias.

Kinerja Freeport akan kembali naik sekitar tiga tahun lagi yang juga akan berdampak bagi penerimaan negara.