BANDUNG – Realisasi lifting migas hingga bulan memasuki kuartal III masih belum juga mendekati target yang sudah dipatok oleh pemerintah.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat realisasi produksi siap jual atau lifting migas 1,56 juta barel setara minyak per hari (Barrel Oil Equvalent Per Day/BOEPD) atau 90,1% dari target ABPN 2022 1,73 juta BOEPD yang terdiri atas lifting minyak 610.100 barel minyak per hari (BPH) atau 86,8% dari target ABPN sebesar 703.000 BPH.

Sementara lifting gas yang biasanya mampu mencapai target tapi kali ini juga masih loyo karena baru 5.353 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd) atau 92,3% dari target APBN 5.800 MMscfd.

Ngatijan, Tenaga Ahli Kepala SKK Migas, belum bisa tercapainya lifting migas bukan tanpa sebab. Dia menuturkan banyak kejadian yang menghambat proses produksi sepanjang tahun ini seperti berhentinya sejumlah fasilitas dari para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Total ada 13 kejadian yang menghambat kinerja produksi minyak dan ada sembilan kejadian yang membuat kinerja produksi gas tidak maksimal.

“Jadi produksi ini sangat dipengaruhi fasilitas kita karena hampir seluruh fasilitas produksi kita sudah tua,” ujar Ngatijan dalam acara focus group discussion (FGD) media gathering SKK Migas dan KKKS di Bandung, Senin (3/10).

Lebih lanjut menurut dia sedari awal memang ada gap cukup jauh antara target dengan kemampuan produksi para KKKS. Ini sebenarnya sudah dicarikan berbagai solusi melalui berbagi upaya yang dilakukan SKK Migas dan para KKKS. Berdasarkan Work Plan and Budget (WP&B) 2022 kemampuan para pelaku usaha hanya mencapai 655,2 ribu BPH. Kemudian ditambah dengan berbagai inovasi paling tidka bisa ditingkatkan menjadi 678,6 ribu BPH.

“Dari awal tahun kita tahu bahwa kemampuan kita pada saat itu untuk mencapai 703.000 barel itu sangat susah,” ungkap Ngatijan.

Untungnya realisasi rendahnya lifting migas ini tidak berdampak pada penerimaan negara. Realisasi penerimaan negara justru menggemberikan, ini tentu ditopang oleh realisasi harga minyak dan gas yang tinggi disepanjang tahun ini.

SKK Migas mencatat penerimaan negara dari sektor hulu migas tercatat telah mencapai US$12,54 miliar per 31 Agustus 2022. Jumlah itu tercatat 126% dari target APBN 2022 senilai US$9,95 miliar, namun masih lebih rendah jika dibandingkan dengan target APBN-P 2022 yang dipatok US$16,7 miliar.

Sementara itu, SKK Migas mencatat capaian reserve replacement ratio (RRR) per 31 Agustus 2022 telah mencapai 85% atau setara dengan 537,2 juta barel setara minyak (MMBOE).

Realisasi investasi di sektor hulu migas hingga akhir Agustus juga baru mencapai 52% dari target US$13,2 miliar atau dengan realisasi sebesar US$6,8 miliar, sedangkan biaya cost recovery telah mencapai US$4,53 miliar atau 52% dari target US$8,65 miliar.