JAKARTA – Pemerintah diminta merespon serius keputusan Exxonmobil yang memutuskan keluar dari konsorsium pengembangan Blok East Natuna. Hal itu dinilai sebagai sinyal negatif terhadap perkembangan industri migas di tanah air.

Sammy Hamzah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), memgatakan setiap langkah yang mengindikasikan bahwa ada investor keluar menunjukkan ada suatu kondisi yang dirasakan tidak baik dirasakan investor. Hal tersebut harus segera dicarikan solusinya oleh pemerintah.

Keputusan salah satu perusahaan dunia yang keluar dari sebuah proyek tentu akan memberikan dampak juga secara keseluruhan terhadap iklim investasi.

“Lebih-lebih lagi investor besar dan sudah lama di Indonesia, pasti akan ada sentimen negatif terhadap iklim investasi,” kata Sammy saat dihubungi Dunia Energi, Jumat (21/7).

Exxonmobil baru-baru ini memutuskan untuk angkat kaki dari pengembangan Blok Natuna lantaran nilai keekonomian proyek yang tidak memenuhi harapan perusahaan. Exxon memang tetap menawarkan bantuan berupa penggunaan teknologi. Pemerintah pun akan segera memanggil pihak Exxon untuk membahasnya. Namun penggunaan teknologi tersebut diyakini akan membutuhkan dana yang besar.

Tutuka Ariadji, Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), menyatakan pihak Exxon tentunya mengharapkan ada sesuatu hal yang membuat menarik untuk bisa melanjutkan pengelolaan Wilayah Kerja East Natuna ini karena tantangan kandungan CO2 yang sangat tinggi meskipun potensi cadangan yang sangat besar.

Keputusan hengkangnya Exxon dari Natuna adalah keputusan besar menyangkut tidak hanya sisi bisnis. Selain itu pihak Exxon juga melihat kebijakan pemerintah Indonesia untuk turut mengembangkan ladang gas yang terletak di perbatasan negara ini. “Jadi tidak hanya sisi bisnis juga sisi politis,” tandas Tutuka.(RI)