JAKARTA – Revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang akan kembali dibahas pemerintahan dan DPR baru diperkirakan akan mengalami perubahan substansial. Ini tentu tidak lepas dari kehadiran sosok Erick Thohir yang kini menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Bisman Bakhtiar, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), mengungkapkan Erick Thohir memiliki kedekatan dengan industri tambang batu bara. Tidak hanya dengan sang kakak yakni Garibaldi Thohir pemilik PT Adaro Energy, tapi juga memiliki hubungan khusus dengan korporasi besar pemilik Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

“Iya akan sangat berpengaruh dengan keberlanjutan dan sikap Menteri BUMN. Karena berpotensi terjadi conflict of interest dalam posisinya sebagai menteri dan latar belakangnya (dan saudaranya) sebagain pelaku usaha pertambagan,” kata Bisman kepada Dunia Energi, Jumat (25/10).

Perubahan sikap pemerintah dalam UU Minerba terkait keberpihakan terhadap BUMN. Kelanjutan PKP2B posisi Menteri BUMN sebelumnya (Rini S) jelas bahwa paska PKP2B berakhir dikelola BUMN untuk kepentingan nasional.

“Sekarang dengan Erick Thohir sebagai menteri menjadi diragukan apakah sikap menteri BUMN akan konsisten seperti waktu lalu,” kata Bisman.

Menurut Bisman, Erick harus menjawab kekhawatiran berbagai kalangan terhadap adanya konflik kepentingan antara dirinya dengan para pengusaha tambang batu bara. Perubahan pimpinan akan ada perubahan sikap, namun diharapkan perubahan tersebut bisa memberikan peran lebih kepada BUMN untuk mengelola tambang.

“Erick Thohir harus bersikap negarawan dengan betul betul memisahkan kepentingan bisnis dengan kepentingan jabatannya untuk kepentingan nasional. pasti ada potensi perubahan sikap pemerintah tetapi kami berharap perubahan yang lebih baik, yang memberikan peran besar kepada BUMN dalam pengelolaan tambang,” ungkap Bisman.

Beda pendapat antar sektor pemerintahan terjadi saat pembahasan RUU Minerba. Rini Soemarno pernah berkirim surat kepada Kementerian Sekretariat Negara. Dalam surat tersebut berisi permintaan adanya pengaturan tambahan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Minerba untuk penguatan peran BUMN dengan cara adanya hak prioritas BUMN atau yang disamakan dengan BUMN dalam mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) bagi Kontrak Karya atau PKP2B yang telah berakhir.

Salah satu poin utama perubahan nantinya adalah terkait tenggat permohonan perpanjangan kontrak bagi para perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

Dalam aturan baru nanti permohonan perpanjangan PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPKK diajukan dalam jangka waktu paling cepat lima tahun dan paling lambat satu tahun sebelum berakhirnya PKP2B. Padahal dalam beleid sebelumnya paling cepat dua tahun sebelum kontraknya habis.

Poin berikutnya adalah masa IUPK OP perpanjangan adalah sisa umur kontrak ditambah waktu perpanjangan (1 x 10 tahun) sesuai regulasi. PKPK2B adalah aturan baru nanti dianggap telah berakhir ketika permohonan perpanjangan PKP2B menjadi IUPK disetujui.

Rini juga minta penegasan mengenai kewenangan dalam penerbitan IUP atau IUPK bagi BUMN atau yang dipersamakan dengan BUMN oleh Menteri ESDM tanpa kewajiban memperoleh rekomendasi terlebih dulu dari pemerintah daerah. Kemudian akuisisi saham oleh BUMN atau yang dipersamakan dengan BUMN dalam rangka divestasi saham.

Kemudian Rini juga meminta penyelarasan pasal 112 draft RPP MInerba dimaksud dengan pasal 62 dan pasal 83 UU No 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara mengingat dengan pengaturan pasal 112 draft RPP dimaksud akan mengakibatkan luasan wilayah IUP Pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang memproleh perpanjangan akan melebihi 15.000 ha, melebihi batas yang diatur dalam pasa 62 dan pasal 83 UU minerba.

Menurut Rini, BUMN sebagai kepanjangan tangan negara perlu diberikan peran yang lebih besar sebagai bentuk penguasaan negara atas kekayaan sumber daya alam.(RI)