JAKARTA – Energi surya diklaim bukan untuk menggantikan listrik dari PT PLN (Persero), melainkan untuk mengurangi biaya PLN sampai dengan 35%. Abdi Dharma Saragih, Kasubdit Pelayanan dan Pengawasan Usaha Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM, mengatakan seiring komitmen untuk melaksanakan Paris Agreement dan mendukung perwujudan energi bersih dan berkelanjutan di Indonesia, maka pemerintah terus berupaya mewujudkan target bauran EBT 23% pada 2025.

“Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan energi terbaik dalam mempercepat pencapaian target bauran EBT 23%, karena energi matahari yang mudah didapat dan mampu diproses dalam waktu cepat. Mengurangi biaya listrik sampai 35%,” kata Abdi, Rabu (23/1)

Dia menambahkan, saat ini masyarakat pun dapat menjadi prosumen, yaitu produsen dan konsumen, yang artinya masyarakat dapat menghasilkan listrik sekaligus mengkomsumsi listrik.

Melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM 49 Tahun 2018 diharapkan dapat membuka peran serta masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan energi terbarukan, serta mampu melakukan penghematan/mengurangi tagihan listrik bagi masyarakat. Begitu juga tujuan peraturan tersebut bagi Pemerintah dan PLN, yaitu untuk meningkatkan kemandirian dan ketahanan energi , serta meningkatkan lapangan kerja.

Ryan Putera Pratama Manafe, Chief Executive Officer, PT Surya Utama Nuansa, mengatakan sektor industri dapat mengambil manfaat dari penggunaan energi surya antara lain penghematan biaya, pengurangan CO2, serta mendukung peningkatan branding sembari berkontribusi pada energi hijau.

Menurut dia, pertumbuhan pengembangan solar panel biasanya didukung adanya komitmen perusahaan terhadap energi terbarukan, adanya kenaikan biaya listrik, dan harga energi surya yang semakin murah.

“Namun, kami belum melihat adanya peningkatan dalam pengembangan solar panel (PLTS) di Indonesia, beberapa hal yang menjadi penyebabnya, yaitu tingginya investasi yang dibutuhkan dari pengguna industri, dan model bisnis yang hit and run,” tandas Ryan.(RA)