JAKARTA – PTUN Jakarta telah menggelar sidang putusan atas gugatan banding yang diajukan oleh Kementerian ESDM. Gugatan banding itu diajukan setelah Kementerian ESDM kalah dalam persidangan di Komisi Informasi Publik (KIP). Dalam sidang itu, KIP mewajibkan Kementerian ESDM untuk membuka dokumen Kontrak Karya PT Dairi Prima Mineral (DPM) dan dokumen perjanjian lima korporasi pemegang PKP2B yaitu PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin, PT Berau Coal (BC), PT Multi Harapan Utama (MHU), dan PT Kideco Jaya Agung.

Hasil persidangan yang digelar pada 5 Juli 2022 menyatakan bahwa hakim PTUN Jakarta memenangkan warga Dairi sepenuhnya dan dalam persidangan yang digelar pada 6 Juli 2022, hakim PTUN Jakarta memenangkan warga Kalimantan Timur sebagian.

Astrid Debora S. Meliala, Ahli, Peneliti Senior Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), mengungkapkan kemenangan ini memang sudah seharusnya didapat oleh warga, sebab dokumen pertambangan merupakan informasi publik yang harus diketahui oleh warga yang terdampak aktivitas pertambangan.

“Kita patut mengapresiasi keputusan ini, karena ini menunjukkan bagaimana pengadilan memberikan jaminan terhadap hak akses informasi kepada masyarakat. Bahkan Undang-Undang (UU Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008 dan UU Pertambangan Batubara dan Mineral Nomor 4 Tahun 2009 jo Nomor 3 Tahun 2020) dengan jelas menyatakan bahwa dokumen tersebut harus dibuka kepada publik, sehingga tidak ada alasan untuk tidak membukanya. Untuk itu, saat ini pemantauan terhadap proses eksekusi putusan menjadi penting” ujar Astrid, Kamis (8/7)

Sementara itu, Roy Marsen Simarmata, Hukum Serly Siahaan (penggugat) dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU) mendesak Kementerian ESDM untuk mematuhi dan melaksanakan putusan PTUN Jakarta.

Menurutnya Kementerian ESDM tidak perlu lagi mengajukan langkah hukum dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hal ini penting karena menyangkut keselamatan lingkungan hidup dan ratusan ribu warga Dairi, Sumatera Utara.

“Kementerian ESDM tidak perlu memperpanjang perkara ini sampai ke tingkat kasasi ke Mahkamah Agung, cukup sampai di sini. Hal ini ini penting diketahui Kementerian ESDM selaku penyelenggara negara yang berkewajiban dan bertanggung jawab melayani hak dan kepentingan rakyat, bukan terus-menerus melindungi kepentingan korporasi yang merugikan rakyat,” kata Roy.

Keputusan hakim PTUN Jakarta di dua persidangan ini semakin membuktikan bahwa dokumen tambang merupakan dokumen terbuka dan warga berhak mengetahuinya. Apabila data tambang terus ditutupi, maka publik akan curiga terhadap proses perizinan yang bermasalah dan koruptif di pemerintahan.

“Puluhan tahun penyangkalan dan penyembunyian informasi publik terhadap warga Dairi Sumatera Utara dan Kalimantan Timur dan Selatan mesti diakhiri sekarang juga. Hal ini berdasarkan putusan PTUN Jakarta Nomor 38/G/KI/2020/PTUN.JKT dan  Nomor 39/G/KI/2020/PTUN.JKT. Kemenangan warga dalam sengketa informasi melawan Kementerian ESDM dua kali berturut-turut dalam dua perkara sejak di KIP hingga PTUN Jakarta, mestinya jadi batu pijakan agar permohonan Judicial Review terhadap UU Minerba di Mahkamah Konstitusi juga dikabulkan oleh Majelis Hakim MK. Ini akan menjadi putusan penting sehingga keadilan tidak terus menerus hanya jadi cerita fiksi bagi masyarakat korban pertambangan,” ujar Muhammad Jamil, JATAM Nasional.

Proses persidangan sengketa informasi data tambang ini merupakan perjalanan panjang warga dalam melawan aktivitas pertambangan yang merusak wilayahnya. Proses persidangan ini menjadi bukti bahwa warga di lingkar tambang semakin dijauhkan dari akses informasi pertambangan. Proses persidangan permohonan informasi publik ini seharusnya menjadi bahan pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus permohonan judicial review UU Minerba yang dilakukan oleh warga.

Saat ini, proses persidangan judicial review UU Minerba telah memasuki tahap kesimpulan. Sudah lebih dari sebulan sejak kesimpulan diserahkan pada 3 Juni 2002 lalu, pemohon masih menunggu panggilan hakim Mahkamah Konstitusi untuk masuk ke persidangan putusan. Dalam judicial review UU Minerba, salah satu pasal yang digugat oleh WALHI, JATAM Kaltim, dan dua orang warga yakni Nur Aini dan Yaman yakni perihal kewenangan yang ditarik ke pusat karena akan menjauhkan partisipasi masyarakat di lingkar tambang. Selain itu, keberadaan UU Minerba juga berpotensi mengkriminalisasi masyarakat yang menyuarakan kerusakan lingkungan akibat pertambangan di daerahnya karena keberadaan Pasal 162.

Lasma Natalia, Tim Advokasi UU Minerba, menuturkan akses bagi masyarakat terdampak tambang dan partisipasi publik harus dibuka seluas-luasnya, sehingga pasal-pasal UU Minerba yang menutup akses masyarakat harus dicabut.

“Kasus ini juga menunjukkan pertambangan berdampak terhadap kerusakan lingkungan dan kerugian bagi masyarakat, sehingga negara seharusnya mencabut UU Minerba yang tidak memberikan perlindungan kepada lingkungan dan warga. Apabila hakim Mahkamah Konstitusi berpihak pada keadilan dan masih mengakui konstitusi warganya, sudah seharusnya permohonan Judicial Review UU Minerba juga dikabulkan oleh hakim MK,” kata Lasma.