JAKARTA – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan belum akan melakukan evaluasi terhadap kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi industri.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM saat dikonfirmasi menyatakan kebijakan harga gas khusus bagi industri tertentu tidak akan diubah dalam waktu dekat. Pemerintah kata dia menilai kebijakan tersebut masih memberikan manfaat.

“Enggak (dievaluasi) kita masih melihat ini (kebijakan HGBT) memberikan manfaat,” kata Arifin di Kementerian ESDM, Jumat (17/3).

Menurut Arifin pemerintah tidak hanya melihat satu bagian hasil misalnya perpajakan yang disumbangkan para industri. Masih ada dampak positif lain yang membuat kebijakan harga has khusus maksimal sebesar US$6 per MMBTU ini tetap akan dipertahankan.

Justru kata Arifin adalah pemerintah bakal lebih selektif memberikan insentif harga kepada industri. Dia meyakini jika insentif harga ini diberikan ke perusahaan yang tepat maka negara juga tetap akan merasakan manfaatnya.

“Sekarang dievaluasi kinerja perusahannya yang menerima gas harga khusus itu. Kita nggak hanya lihat dari situ (target penerimaan pajak tidak tercapai) aja kan, pengembangan. Kalo dia bagus, dia kapasitas bisa penuh itu kan mau multiplier effect ujung-ujungnya bisa ke perpajakan juga,” ujar Arifin.

Sebelumnya tidak sedikit pihak yang menyuarakan agar pemerintah membuka pintu dialog untuk mengevaluasi kebijakan HGBT yang dirasakan tidak optimal. Evaluasi yang dimaksud adalah mengubah ketetapan harga gas di US$6 per MMBTU.

Aris Mulya Azof, Chairman Indonesia Gas Society (IGS) mengungkapkan pemerintah menargetkan kebijakan HGBT bisa memberikan efek berantai namun hingga kini efek yang diinginkan tersebut belum terealisasi. Di sisi lain pengembangan gas di era transisi energi ini mendesak untuk segera dilakukan. Karena gas merupakan energi fosil yang paling bersih.

“Kebijakan ini tidak bisa permanen. Mungkin harga US$6 bisa dikoreksi akibat penerimaan negara terus berkurang. Kebijakan HGBT sementara harus dievaluasi untuk menghitung efek berantai dan nilai tambah yang diharapkan pemerintah. Seperti mampu meningkatkan kapasitas produksi, meningkatkan investasi baru, meningkatkan efisiensi proses produksi sehingga produk jadi lebih kompetitif, penyerapan tenaga kerja,” jelas Aris.

Dia menilai harga gas yang ditetapkan pemerintah maksimal sebesar US$6 per MMBTU memang sepintas bisa memberikan manfaat besar terhadap industri hilir khususnya untuk meningkatkan daya saing produk, namun dalam implementasinya ternyata target-target pemerintah agar industri bisa berkembang dan menyumbangkan lebih banyak penerimaan ke negara dari sisi perpajakan tidak sepenuhnya tercapai. Di sisi lain pemerintah sudah rela berkorban banyak mengurangi bagiannya di sisi hulu demi terwujudnya HGBT.

Menurut dia hal itu menjadi tidak sesuai dengan target keseluruhan yang ingin dicapai. Apalagi dalam pelaksanaannya ternyata tidak sesederhana itu industri bisa mendapatkan gas dengan harga khusus.

“Mungkin ada pertimbangan bagaimana harga US$6 per MMBTU sedikit lebih tinggi mungkin ada perhitungannya sehingga harga US$6 per MMBTU ini bisa dipertimbangkan berubah lebih berpihak hulu. Pengorbanan pemerintah (di hulu) belum tertutupi efek positif diri sisi hilir,” kata Aris. (RI)