JAKARTA – Pemerintah mengklaim dari 373 izin yang ada di sektor hulu minyak dan gas, saat ini telah dipangkas menjadi 186 izin. Hal ini dianggap akan berdampak signifikan terhadap proses monetisasi gas. Selain itu, produsen gas juga telah diberikan kemudahan untuk menjual gas ke pengguna akhir.

“Tidak lagi point to point, tapi sekarang multi destination. Jadi satu PJBG tidak hanya untuk satu pabrik atau industri, tapi bisa dipakai untuk empat pabrik di wilayah tersebut,” kata Waras Budi Santosa, Kepala Divisi Monetisasi Minyak dan Gas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut Waras, sejumlah upaya terus digalakkan, sehingga bisa memudahkan SKK Migas dalam mengawal dan memberikan persetujuan percepatan monetisasi lapangan gas. “Dengan deregulasi, diharapkan proses pembukaan lapangan dari perencanaan hingga onstream hanya membutuhkan waktu lima tahun, lebih cepat dari rata-rata delapan tahun,” katanya.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, mengatakan industri migas merupakan penggerak efek berganda dalam perekonomian Indonesia. Efek tersebut bisa tambah besar apabila pemerintah mau mengurangi pembagian keuntungan negara dari industri migas, dan mengalihkannya untuk subsidi industri.

“Migas sebaiknya bukan menjadi sumber devisa, tetapi menjadi energi perekonomian Indonesia. Caranya dengan mengurangi bagi hasil untuk pemerintah dan berdampak pada pertumbuhan industri,” kata Komaidi.

Panjangnya alur dalam proses monetiasi gas tidak hanya berdampak pada gairah investasi tapi juga pada harga gas yang diproduksi. Karena dengan panjangnya alur proses bisnis gas maka harga gas otomatis ikut naik.

Achmad Safiun, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi, mengatakan tingginya harga jual gas di dalam negeri membuat industri nasional kurang bersaing dengan industri di luar negeri. Harga gas masih relatif tinggi saat sampai ke tangan pengguna. Padahal harga di negara lain justru cenderung turun.

“Di luar negeri, harga gas bisa turun hingga 60% dalam beberapa tahun terakhir. Di Indonesia sampai sekarang tidak turun,” tandas Safiun.(RI)