JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan memangkas proses kegiatan eksplorasi dan produksi tambang mineral maupun batu bara. Ke depan perusahaan hanya perlu mengantongi satu izin untuk melakukan produksi tambang.

Ridwan Djamaluddin, Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, menyatakan nantinya perusahaan yang sudah mendapatkan izin eksplorasi bisa langsung melakukan produksi cadangan yang sudah bisa dipastikan.

“Ketika dapat izin eksplorasi mereka (perusahaan) akan terima izin operasi produksi nanti akan dibuat jadi satu izin kecuali perusahaan tidak melanjutkan eksplorasi,” kata Ridwan disela US-Indonesia Investment Summit 2021 secara virtual, Rabu (15/12).

Menurut Ridwan dengan aturan main baru tersebut diharapkan bisa memamngkas waktu dari proses perizinan kegiatan tambang. Selain itu, isu kepastian berusaha juga bisa terjawab karena perusahaan mendapatkan kepastian bisa langsung melakukan kegiatan tambang setelah melakukan eksplorasi.

“Jadi akan bisa kurangi waktu untuk mendapatkan izin tersebut. Jadi akan lebih adil untuk perusahaan,” ungkap Ridwan.

Pemerintah, kata Ridwan, berharap dengan aturan tersebut maka investasi di sektor minerba bisa meningkat pasalnya dari sisi potensi cadangan mineral dan batu bara tanah air masih berlimpah hanya saja minat investasi yang diakui masih rendah dalam beberapa tahun terakhir.

“Kegiatan eksplorasi dan peluang investasi lebih terbuka, dan banyak proyek-proyek eksplorasi yang ada dan sektor swasta dapat meminta penugasan eksplorasi tersebut,” ungkap Ridwan.

Ridwan mengakui investasi harus terus digenjot karena meskipun kegiatan tambang mengalami peningkatan operasi namun dari sisi investasi belum begitu menggembirakan. Tahun ini saja hampir dipastikan target investasi sektor minerba tidak akan mencapai target.

Menurut dia, ada beberapa faktor lesunya investasi minerba di Tanah Air. Untuk tahun ini, misalnya, pandemi COVID-19 memang memiliki pengaruh besar namun ada faktor-faktor lain yang juga terus berpengaruh dalam kurun beberapa tahun yakni dari sisi regulasi serta koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.

“Dari target investasi di sektor ini sampai saat ini (Agustus) baru tercapai hampir 40% dari target kita. Salah satu alasannya adalah yang berkiatan dengan pandemi. Alasan lain adalah dinamika regulasi Indonesia pada perusahaan dan persoalan lain terkait koordinasi pusat dan daerah,” jelas Ridwan. (RI)