JAKARTA – PT Bukit Asam Tbk mengakui cukup kesulitan menjual batu bara-nya ke luar negeri sepanjang semester I tahun ini. Hal itu diakibatkan oleh kondisi wabah pandemi Covid-19 yang membuat banyak negara memberlakukan lockdown sehingga penjualan terbatas.

Arviyan Arifin, Direktur Utama Bukit Asam,  mengatakan meski mengalami kesulitan Bukit Asam tidak berencana untuk melakukan revisi target produksi tahun ini yang tertuang dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2020 dengan catatan kondisi pandemi Covid-19 sudah berangsur berakhir pada Juli nanti.

“Produksi insya Allah enggak perlu revisi sebab kami yakin kondisi pandemi pada Juli bisa berakhir. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah mulai dilonggarkan, banyak negara udah new normal,” kata Arviyan, Rabu (10/6).

Meski demikian, untuk semester II nanti tetap memerlukan usaha tidak biasa. Manajemen akan mencoba mensiasati rendahnya penjualan batu bara di semester I dengan menggenjot penjualan di semester II mendatang. Bukit Asam juga akan menjajaki tujuan ekspor baru ke sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara.

“Di semester II ini kami sudah bisa melakukan produksi dan penjualan untuk cover gap di tengah pandemi. Untuk pasar baru, selain pertahankan pasar lama, kami enggak bisa pungkiri terganggu. Kami cari jalan keluar ke pasar baru ke negara-negara yang selama ini belum punya hubungan seperti Kamboja, Laos, Vietnam selain pertahankan pasar lama,” ungkap Arviyan.

Bukit Asam merencanakan produksi batu bara sebesar 30,3 juta ton untuk tahun 2020 atau naik 4% dari realisasi tahun sebelumnya sebesar 29,1 juta ton. Selain itu, target angkutan pada 2020 menjadi 27,5 juta ton atau meningkat 13% dari realisasi angkutan kereta api pada tahun 2019 sebesar 24,2 juta ton.

Sementara untuk volume penjualan batu bara 2020, Bukit Asam menargetkan untuk meningkatkannya menjadi 29,9 juta ton yang terdiri dari penjualan batu bara domestik sebesar 21,6 jura ton dan penjualan batu bara ekspor sebesar 8,3 juta ton atau meningkat 8% dari realisasi penjualan batu bara pada tahun 2019 sebesar 24,7 juta ton.(RI)