JAKARTA – Progress pembangunan Kilang Tuban yang dibangun oleh PT Pertamina,(Persero) yang bekerja sama dengan Rosneft perusahaan asal Rusia terlihat belum menunjukkan kemajuan berarti. Hingga kini proyek Kilang Tuban masih berkutat dengan masalah pembebasan lahan.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat perkembangan pembebasan lahan proyek pembangunan kompleks kilang minyak dan petrokimia di Tuban, Jawa Timur baru 92% dari total 841 hektar lahan yang dibutuhkan.

Proyek investasi Kilang Tuban termasuk dalam daftar Rp708 triliun investasi mangkrak yang dicatatkan oleh BKPM. Sejak kerja sama antara Pertamina dan Rosneft terbentuk di tahun 2017, proyek pembangunan tertunda lama yang salah satunya disebabkan kendala pembebasan lahan. Nilai proyek yang mangkrak ini tidak tanggung-tanggung, yaitu sebesar Rp211,9 triliun.

Proyek Kilang Minyak Tuban dimiliki oleh PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia, yang merupakan usaha patungan antara Pertamina (55%) dan Rosneft PJSC (Rusia) (45%). Proyek ini bagian dari New Grass Root Refinery (NGRR) yang dibangun Pertamina untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri dan memproduksi petrokimia berkualitas tinggi.

Pembangunan kilang minyak masuk dalam proyek infrastruktur prioritas sejak masa kabinet pertama Presiden Jokowi, baik dalam bentuk kilang baru (NGRR) maupun pengembangan kilang minyak yang ada (Refinery Development Master Plan / RDMP). Namun berbagai kendala menghadang seperti pembebasan lahan, perizinan hingga penyelesaian kontrak. Presiden RI Joko Widodo dalam Rapat Terbatas (Ratas) tanggal 18 April 2019 bahkan telah memberikan arahan tegas untuk memfasilitasi investor di sektor petrokimia untuk dapat diberikan insentif investasi tax holiday.

Imam Soejoedi, Direktur Promosi Sektoral BKPM, mengatakan BKPM telah melakukan langkah-langkah penyelesaian permasalahan pembebasan lahan di Kabupaten Tuban secara intensif sejak tahun lalu dan perizinan-perizinan yang sebabkan proyek ini mangkrak.

Menurut Imam, masih ada beberapa pekerjaan rumah kecil terkait beberapa perizinan yaitu izin-izin lingkungan. Saat ini sedang dalam proses percepatan kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Penyelesaian proyek ini adalah prioritas pemerintah untuk membangun hilirisasi industri di dalam negeri sehingga Indonesia dapat mengurangi defisit neraca impor, ketergantungan akan impor minyak dan dapat membangun ketahanan industri nasional,” ujar Imam, Kamis (28/5).

BKPM sendiri membentuk tim khusus dalam internal BKPM untuk mempercepat penyelesaian masalah di Tuban. Di awal bulan Februari 2020, Kepala BKPM telah mengunjungi lokasi proyek untuk menyelesaikan negosiasi dengan masyarakat sekitar. Hal tersebut dilakukan karena proyek ini akan memberikan dampak positif secara langsung, diantaranya penyerapan hingga 20.000 tenaga kerja pada saat konstruksi dan 2.500 pekerja dalam tahap operasional.

“Di samping nilai investasinya yang besar mencapai Rp211,9 triliun, keberhasilan proyek ini akan memberikan manfaat sangat besar bagi anak bangsa. Oleh karena itu, wajib dikawal, Targetnya 2026 sudah bisa beroperasi,” ungkap Imam.

Ignatius Tallulembang Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia (MP2) Pertamina, mengatakan bahwa GRR Tuban adalah salah satu proyek yang menjadi prioritas untuk segera diselesaikan. Pertamina dan Rosneft bahkan telah menandatangani kontrak desain Kilang Tuban dengan kontraktor terpilih pada Oktober 2019 yang lalu. Saat ini Basic Engineering Design (BED) dan Front End Engineering Design (FEED) tengah berjalan.

“Dengan dukungan semua pihak, pembangunan kilang diharapkan berjalan lancar dan selesai sesuai waktu yang ditargetkan, sehingga kita bisa berdaulat secara energi,” kata Tallulembang.(RI)