JAKARTA– Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyerahkan pengelolaan tambang eks PT Vale Indonesia Tbk (INCO) di Bahodopi Utara, Kabupaten Morowali, Sulteng kepada PT Pembangunan Sulawesi Tengah, perusahaan daerah Pemprov Sulteng. Longki Djanggola, Gubernur Sulteng, mengatakan lahan tambang nikel seluas 1.896 hektare tersebut tak terurus selama dalam status Kontrak Karya Vale (1968-2015).

“Kami telah memperjuangkan pelepasan (relinquish) KK Vale di Bahodopi Utara sejak 2008 karena blok tersebut dalam kondisi telantar sehingga merugikan pemerintah daerah yang sekaligus secara tidak langsung memiskinan masyarakat Sulteng,” ujar Longki saat ditemui usai sebuah acara di Jakarta, Kamis (26/7).

Menurut Gubernur, perusda Sulteng siap mengelola tambang tersebut. Perusda juga memiliki mitra yang memiliki kemampuan finansial sekaligus teknologi untuk pengembangan smelter nikel yang bernilai tinggi sehingga meningkatkan penerimaan daerah dan pusat. “Mitra tersebut saat ini juga memiliki tambang dan smelter di wilayah kami,” ujarnya.

Longki Djanggola, Gubernur Sulawesi Tengah. (Foto: Dunia-Energi/Dudi Rahman)

Gubernur Sulteng menegaskan, mitra perusda PT Pembangunan Sulteng juga akan menerapkan teknologi pengolahan bijih nikel kadar rendah (low grade nickel ore) agar masa produksi Blok Bohodopi Utara dapat menjadi delapan kali lipat masa produksi dengan penerapan teknologi yang umum tersedia saat ini.

“Mitra perusda juga berkomitmen menggandeng mitra internasional yang memiliki teknologi pengolahan nikel menjadi bahan baku batere mobil listrik,” katanya.

Suaib Djafar, Direktur Utama PT Pembangunan Sulteng, menambahkan setelah perjuangan mendapatkan tambang Bohodopi dari Vale selama 10 tahun, pada Maret 2018 perusda mendapatkan dokumen tender untuk WIUPK Produksi Bohodopi berikut nilai Kompensasi Data dan Informasi (KDI) WIUPK Produksi sebesar Rp 32 miliar. Namun, pada Mei 2018 terjadi perubahan status menjadi WIUPK Eksplorasi dan juga kenaikan KDI menjadi Rp 184,8 miliar. “Ini membingungkan perusda karena status WIUPK yang turun namun harga KDI menjadi hampir enam kali lipat harga sebelumnya,” ujarnya.

Di luar itu, Gubernur Sulteng menambahkan, dalam proses lelang muncul PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), anak usaha PT Indonesia Asahan Alumminium (Inalum), yang ikut dalam undangan tender Blok Bohodopi Utara. Longki mempertanyakan keikutsertaan Antam dalam tender tersebut. Apalagi, Longki pernah bertemu Dirjen Minerba Kementerian ESDM (saat itu R Sukhyar) dan Direktur Utama Antam dalam sebuah pertemuan di kantor Ditjen Minerba beberapa tahun lalu.

“Saat itu saya sampaikan kepada Pak Sukhyar dan juga Dirut Antam, perusda Sulteng ingin mengambil tambang Bohodopi Utara. Dirut Antam juga bilang, kami tidak akan mengambil,” katanya.

Longki menyebutkan, keikutsertaan Antam dalam tender blok Bohodopi Utara sebenarnya ada kepentingan pihak luar. Gubernur Sulteng menyatakan, Antam tak memiliki pendanaan yang memadai untuk mengelola tabang itu.

“Ada pihak luar yang mendompleng Antam. Ini perusahaan swasta nasional. Mereka yang mem-back up Antam dari sisi pendanaan. Saya yakin 100%, mereka juga tak akan membangun smelter di sana, nickel akan diekspor. Itu tak memiliki nilai tambah sama sekali,” ujarnya.

Blok tambang Vale di Bahodopi Utara per 3 Juli 2015 telah berubah status. Menteri ESDM Sudirman Said saat itu menerbitkan Keputusan Menteri Nomor 34/K/30/MEM/2015 tentang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Operasi Produksi di Daerah Bahodopi Utara, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Semula, izin usaha pertambangan lahan tersebut menginduk Vale. Melalui beleid ini blok tersebut dipisahkan menjadi WIUP Khusus Produksi Blok Bohodopi

Pemerintah sebelumnya menawarkan enam WIUPK kepada BUMN maupun BUMD. Bambang Gatot Ariyono, Dirjen Minerba Kementerian ESDM, mengatakan penawaran telah dilakukan sejak Juni 2018. Sesuai Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan batubara maka BUMN dan BUMD diberikan masa tenggat waktu 30 hari masa kerja untuk merespons penawaran tersebut.

“Kami sudah kirimkan surat penawarannya sebelum Lebaran. Penawaran prioritas ke BUMN dan BUMD. Dalam periode 30 hari kerja harus memasukkan (respons penawaran).” Katanya.

Enam WIUPK yang ditawarkan oleh pemerintah terdiri atas lima wilayah tambang mineral jenis nikel dan satu wilayah tambang batu bara. Kelima daerah untuk komoditas nikel adalah daerah Latao, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara. Luas wilayah 3.148 hektare (ha). Daerah Suasua, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara. 5.899 ha.

Kemudian untuk ada Matarape, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.1.681 ha. Lalu Kolonodale, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. 1.193 ha. Bahodopi Utara, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Luas wilayah 1.896 ha. Pun satu komoditas batu bara yakni di daerah Rantau Pandan, Kabupaten Bungo, Jambi dengan luas wilayah 2.826 ha.

Menurut Bambang, meskipun ditawarkan secara langsung, keputusan tetap ditangan pemerintah. Pemerintah akan mempertimbangkan beberapa syarat yang harus dipenuhi perusahaan yang berminat. “Seperti keuangan, teknis administrasi dan lainnya. Periode 30 hari kerja harus memasukan,” kata dia.

Gubernur Sulteng Longki Djanggola mengatakan perusda Sulteng telah melengkapi administrasi persyaratan yang diminta oleh Kementerian ESDM. “Semua klausul dalam persyaratan penawaran sudah kami lengkapi. Kami berharap tambang Bohodopi Utara diserahkan kepada perusda,, terlalu kecil bagi Antam untuk mengelola tambang itu. Mereka kan mengelola tambang berskala belasan ribu hingga puluhan ribu hektare” katanya. (DR)