JAKARTA – Pemerintah akhirnya menerbitkan aturan main baru dalam penyediaan pembangkit tenaga listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 4 Tahun 2020 yang merupakan Perubahan Kedua atas Permen ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Sebelumnya Perubahan Pertama Permen 50/2017 diatur melalui Permen ESDM Nomor 53 Tahun 2018.

Harris, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM,  mengatakan  poin utama perubahan terletak pada aturan main baru tentang proses pembelian listrik, tidak diwajibkannya lagi skema skema bangun, miliki, operasikan, dan alihkan atau build, own, operate, transfer (BOOT).

“Pengaturan PLTA waduk atau irigasi yang dibangun Kementerian PUPR, penugasan PLTSa, serta penugasan proyek yang pendanaannya berasal dari hibah atau pemerintah selain APBN Kementerian ESDM,” kata Harris di Jakarta, Selasa (10/3).

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa dengan beleid terbaru maka ada opsi proses pembelian melalui penunjukan langsung, dari yang semula opsinya adalah pemilihan langsung (lelang). Hanya saja penunjukkan langsung tersebut memiliki syarat tertentu.

“Revisi pasal 4 membuka opsi penunjukan langsung dengan syarat tertentu antara lain darurat penyediaan listrik setempat, excess power, penambahan kapasitas pembangkitan, dan hanya terdapat satu calon penyedia, dan PLTA yang telah memiliki izin lokasi dari pemerintah daerah” ungkap Harris.

Kemudian skema BOOT menjadi tidak berlaku lagi bagi pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan sebagaimana tercantum dalam pasal 27B.

“Terhadap PPL (Pengembang Pembangkit Listrik) yang telah menandatangani PJBL berdasar ketentuan Permen 50/2017, pola kerja sama dalam PJBL dapat disesuaikan menjadi pola kerja sama BOO (Built, Own and Operate) dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Harris.

Ketentuan itu menjadi salah satu yang paling kontroversial karena banyak ditentang para pengembang pembangkit listrik EBT selama ini.

Harris menjelaskan dalam aturan baru pemerintah menambahkan pasal baru yang mengatur pembelian tenaga listrik dari PLTA yang memanfaatkan waduk atau bendungan atau saluran irigasi yang sifatnya multiguna yang dibangun oleh Kementerian PUPR. “Ditambahkan satu pasal yakni pasal 7A yang mengatur penunjukan langsung melalui penugasan atas pembelian tenaga listrik dari PLTA waduk atau irigasi yang dibangun oleh Kementerian PUPR,” kata Harris.

Kemudian ada juga aturan mengenai pembelian listrik PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah). Dalam pasal 10 ayat 3 menyatakan bahwa pembelian tenaga listrik dari PLTSa dilaksanakan berdasar penugasan dari Menteri kepada PT PLN (Persero) untuk membeli tenaga dari PPL yang telah ditetapkan sebagai pengembang PLTSa oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Proyek EBT yang pendanaannya berasal dari hibah atau pemerintah selain APBN Kementerian ESDM dilakukan dengan penunjukan langsung melalui penugasan yang diatur dalam pasal 18B. “Jadi, pimpinan instansi/lembaga, gubernur, bupati/walikota yang mengusulkan kepada Menteri ESDM untuk memberikan penugasan pembelian tenaga listrik dimaksud,” jelas Harris.

Sementara untuk harga listrik EBT, belum diatur dalam beleid terbaru ini. Kementerian ESDM tengah mengusulkan aturan baru terkait harga beli dari pembangkit listrik berbasis energi terbarukan (EBT), yang akan ditetapkan melalui Peraturan Presiden.(RI)