JAKARTA – Masyarakat di daerah yang menjadi kontributor terbesar produksi energi di Indonesia ternyata belum mendapatkan manfaat potensi energi di wilayahnya. Hal itu terlihat dari kondisi masyarakat miskin di wilayah penghasil energi masih cukup tinggi.

Rizal Djalil, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), mengatakan selama ini tata kelola produksi energi masih dalam tahap yang standar dan itu-itu saja. Kondisi ini membuat masyarakat penerima manfaat juga tidak ada perubahan.

“Yang kita ekspor bahan mentah. Jadi ke depan harus ekspor olahan. Industrinya harus tumbuh,  maka gap tadi akan perlahan mengalami perbaikan,” kata Rizal di Universitas Indonesia, Depok, Senin (1/4).

Data BPK menunjukan ada 2018 salah satu wilayah yang menunjukkan kurangnya manfaat dirasakan masyarakat di wilayah penghasil energi ataupun bahan baku energi adalah di Papua.

Papua, kata Rizal merupakan salah satu daerah penyumbang penerimaan negara untuk sektor energi. Tahun lalu, Papua membukukan penerimaan sebesar Rp670 miliar. Ini tentu tidak lepas dari keberadaan fasilitas produksi energi besarb seperti tambang Grasberg yang dikelola PT Freeport Indonesia dan BP yang beroperasi di blok Tangguh.

Namun demikian, kelompok miskin di Papua Barat masih sebesar 23,1% sedangkan di Papua sebesar 27,4 %.

“Kalau kami lihat meski Papua menerima bagi hasil dan menyumbang penerimaan negara yang cukup besar,  namun tingkat kemiskinannya masih tergolong lima terbawah,” kata Rizal.

BPK juga mencatat Riau menjadi salah satu wilayah penghasil minyak terbesar di Indonesia, tapi justru kondisi ekonomi masyarakatnya tidak lebih baik dari wilayah lain.

Indeks Pembangunan Manusia wilayah Riau berada dalam indeks 23. Padahal, tercatat Riau merupakan salah satu daerah dengan PNBP sektor migas nomor satu di Indonesia.

“Tercatat sejak 2014 hingga 2018 sebesar Rp12 triliun yang berhasil dikumpulkan Riau. Tapi secara indeks pembangunan manusia masih kalah dibandingkan daerah lain,” kata Rizal.

Ignasius Jonan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan sumber daya alam seharusnya tidak selalu diperlakukan secara konvensional. Kondisi yang ada sekarang adalah misalnya batu bara sejak dulu hanya diambil lalu langsung dijual.

“Akibatnya semua sumber daya alam kita ini semua stok minded. Caranya selalu yang gampang, gali angkut jual,” kata Jonan.(RI)