JAKARTA – Mineral Industry Indonesia (MIND ID) mematok target dalam dua tahun ke depan pembayaran dividen PT Freeport Indonesia (PTFI) kepada pemegang saham, termasuk MIND ID sebesar US$700 juta. Orias Petrus Moeda, Direktur Utama MIND ID, mengatakan pada tahun depan laba bersih Freeport Indonesia sebesar US$870 juta dan 2022 sebesar US$1,5 miliar. Proyeksi tersebut meningkat dibanding perolehan laba bersih 2019 dan 2020 yakni masing-masing US$166 juta dan US$366 juta. Itu artinya, Freeport Indonesia sudah sepatutnya membayarkan dividen mulai tahun depan seperti yang sudah disepakati sebelumnya.

“2018 net income Freeport Indonesia US$2 miliar, kami dapat dividen US$180 juta. Kemudian sesuai kesepakatan pada 2019 dan 2020 turun drastis karena transisi ke tambang bawah tanah. Jadi labanya hanya US$166 juta dan US$ 366 juta. Sehingga disepakati tidak ada dividen pada 2020,” kata Orias, Senin (7/12).

Tahun depan sendiri jumlah dividen yang ditargetkan akan disetor Freeport Indonesia pada 2021 sebesar US$200 juta dan tahun 2022 sebesar US$500 juta.

“Tahun 2021, ada net income US$870 juta, pada 2022 hanya US$1,5 miliar. Untuk dua tahun ini dividen yang akan diterima US$200 juta pada 2021 dan US$500 juta pada 2022,” ungkap Orias.

MIND ID dan Freeport Indonesia sudah menyepakati adanya peningkatan dividen jauh lebih besar seiring dengan mulai penuhnya beroperasi tambang bawah tanah Grasberg. Itu juga yang mendasari opmitisme MIND ID menerbitkan obligasi.

Orias mengatakan dengan proyeksi penerimaan Freeport Indonesia maka tidak akan ada masalah dalam pembayaran utang-utang tersebut. Pendanaan ke depan itu dari Freeport mencukupi dan apabila dari cashflow saat itu, maka pada 2025 atau 2026 untuk membayar utang US$4 miliar bisa selesai. Jadi dengan US$700 juta di 2022, US$1 miliar setiap tahunnya, maka pada 2026 US$4 miliar bisa tertutupi.

“Setelah 2022 dengan net income US$2 miliar pada 2023 dan seterusnya, kami asumsikan porsi dividen yang akan diterima MIND ID US$1 miliar setiap tahun. Jadi atas dasar ini, kami datang ke investor dan melakukan penerbitan obligasi,” kata Orias.

Saat membeli saham Freeport Indonesia sebesar 51% senilai US$ 3,85 miliar, Inalum menerbitkan obligasi US$4 miliar dengan bunga bervariasi. Inalum menawarkan global bond dengan empat macam tenor, mulai tiga tahun hingga 30 tahun. Untuk tenor tiga tahun senilai US$ 1,1 miliar dengan kupon 5,23%. Tenor lima tahun ditawarkan senilai US$ 1,25 miliar dengan dengan kupon bunga 5,71%. Untuk tenor 10 tahun ditawarkan senilai US$1 miliar dan bunga 6,53%. Serta tenor 30 tahun senilai US$ 750 juta dan kupon 6,757%.

Pada Mei 2020, Inalum baru menerbitkan global bond lagi sebesar US$ 2,5 miliar, US$ 1 miliar di antaranya untuk membayar utang jatuh tempo pada 2021. Serta US$ 500 juta untuk membayar yang jatuh tempo pada 2023.

Tony Wenas, Direktur Utama Freeport Indonesia, mengatakan peningkatan signifikan laba bersih diproyeksikan bisa terjadi pada tahun depan. Selain karena tambang bawah tanah sudah beroperasi maksimal dibantu juga dengan perkembangan harga komoditas emas dan tembaga. Manajemen Freeport Indonesia optimistis target keuangan perusahaan bisa tercapai karena performa produksi sampai sekarang juga masih baik.

“Tahun 2021 kami bisa produksi lebih banyak. Dan satu hal yang paling mendorong mengenai produksi bijih atau pemasukan itu adalah harga. Kami diuntungkan situasi pandemi, harga tembaga US$3 per ounces, lalu emas US$1.800 per ounces. Tentu pendapatan akan lebih tinggi. Contohnya, proyeksi US$366 juta, tapi perhitungan kami US$700 juta,” kata Tony.(RI)