Kukuh Kertasafari dalam persidangan kasus bioremediasi.

Kukuh Kertasafari dalam persidangan kasus bioremediasi.

JAKARTA – Terdakwa kasus proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia, Kukuh Kertasafari, yang Juli 2013 lalu divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, berharap hakim di Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta yang memeriksa proses banding, dapat segera menghentikan penderitaan dirinya dan keluarganya sebagai korban proses hukum yang keliru.

“Saya sangat yakin bahwa penetapan saya sebagai tersangka merupakan kekeliruan. Saya korban proses hukum yang salah. Oleh karena itu saya berharap hakim segera hentikan kasus ini,” ujarnya dalam wawancara Kamis malam tadi (6/3/2014).

“Gimana mungkin setelah ditetapkan jadi tersangka, jaksa tidak tahu bahwa saya adalah team leader produksi migas bukan team leader untuk proyek bioremediasi,” ungkap Kukuh mengingat kejadian di gedung bundar Kejagung tersebut.

Kukuh pun mengenang kejadian tanggal 16 Maret 2012 lalu seorang teman di kantor melihat namanya di internet sebagai tersangka dan memberitahunya. “Saya benar-benar kaget dan tubuh saya langsung lemas seketika,” ujar Kukuh mengenang kejadian kala itu.

Setelah melihat sendiri berita tersebut, Kukuh segera meyakinkan istrinya bahwa ia sama sekali tidak memiliki sangkut paut dengan proyek tersebut dan sama sekali tidak bersalah. Beruntung, Kukuh mendapatkan dukungan penuh dari sang istri. Keesokan harinya, ia mengumpulkan kelima anaknya dan memberikan pengertian kepada mereka.

“Waktu itu benar-benar saat yang sangat sulit bagi kami. Anak-anak begitu terpukul hingga prestasi mereka di sekolah juga sempat terganggu. Mereka sempat malu,” ujar Kukuh dengan miris.

Ia mengaku sangat mengkhawatirkan kondisi kelima anaknya di sekolah. Ia khawatir orang-orang akan memperlakukan anak-anaknya berbeda setelah berita mengenai dirinya beredar. Tak ingin anak-anaknya mengalami kesusahan akibat tuduhan palsu yang dijatuhkan kepadanya, ia pun memutuskan untuk tak berdiam diri.

“Saya tidak ingin anak-anak saya malu. Secara khusus saya datangi sekolah mereka satu per satu untuk menjelaskan permasalahan ini kepada guru dan kepala sekolah masing-masing. Alhamdulillah, hasil kunjungan saya cukup baik, dan anak-anak saya yang sempat down bisa kembali berprestasi di akhir semester,” ujar Kukuh.

Melawan Demi Keadilan

Ujian semakin berat saat Kukuh harus mendekam di tahanan Kejaksaan Agung selama 63 hari, terhitung sejak tanggal 26 September 2012 sehingga harus tinggal jauh dari keluarganya yang berada di Sumatera. Namun Kukuh tetap bersyukur karena dukungan yang diberikan oleh teman-teman terdekatnya seolah tak pernah habis.

“Hampir setiap hari kawan-kawan Chevron datang berkunjung. Istri saya datang setiap seminggu sekali karena hari lainnya ia harus menjaga anak-anak di Sumatera,” kenangnya.

“Saya sungguh terharu. Penahanan saya tidak membuat teman-teman kehilangan kepercayaan kepada saya, tetapi mereka justru memberikan segala dukungan terbaik yang mereka punya. Teman-teman di Chevron Sumatera bahkan sempat mengumpulkan petisi yang dikirimkan kepada Presiden sebagai aksi protes. Tak hanya itu, mereka jugalah yang kemudian menjaga keluarga saya selama saya tidak ada,” kenangnya dengan senyum.

Berkat bantuan teman-teman sesama Alumni ITB, tulisan Kukuh dan testimoni kawan-kawan Alumni ITB dan Chevron serta tanggapan dari masyarakat umum yang mendukungnya dibuat dalam sebuah buku berjudul “Kukuh Kertasafari: Melawan Demi Keadilan”.

Ketika sidang putusan berlangsung, Kukuh pun mengaku dirinya tak menyangka akan melihat dukungan berlimpah ruah yang diberikan kepadanya. “Kawan-kawan dari Sumatera khusus datang untuk mendukung saya. Teman-teman alumni ITB turut membagikan buku dan kaus gratis bertuliskan slogan dukungan kepada orang-orang yang hadir di pengadilan. Bahkan Presiden Direktur Chevron Asia Pasifik juga menyempatkan diri untuk datang dan memberikan dukungan langsung kepada saya,” ujarnya.

Kukuh pun mengungkapkan bahwa perusahaan telah melakukan proses audit internal yang hasilnya makin menguatkan keyakinannya bahwa dirinya tidak melanggar apapun.

“Audit internal menyatakan bahwa saya bersih. Jadi sangatlah beralasan jika saya berharap bahwa hakim banding segera membebaskan saya dari semua tuduhan. Cukuplah saya dan terdakwa lainnya saat ini sebagai  korban,” tuturnya.

Ia sempat terdiam sebentar kemudian melanjutkan, “Saya yakin, pada akhirnya kebenaran tidak akan terkalahkan,” pungkasnya sambil pamit untuk sholat berjamaah.

(Iksan Tejo / duniaenergi@yahoo.co.id)