JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengapresiasi keberhasilan menyusun Dokumen Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim (RAN-GPI) yang secara resmi di launching Kamis (28/3/2024) di Jakarta.

“Seperti peribahasa pucuk dicinta ulam tiba, dokumen RAN GPI merupakan salah satu jawaban penting dalam upaya kita memperkuat kerja-kerja mitigasi dan adaptasi pengendalian perubahan iklim melalui strategi dan kegiatan RAN-GPI yang diuraikan secara sistematis,” ujar Menteri LHK Siti Nurbaya.

Bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) Bintang Puspayoga, Menteri Siti menyebut jika telah disusunnya RAN GPI, maka telah ada panduan/guidance untuk bagaimana mendorong peran dan kapasitas kemampuan perempuan dalam konteks agenda-agenda aksi iklim di Indonesia.

Siti Nurbaya mempersilahkan kepada tim pelaksana RAN GPI dari Kementerian/Lembaga terkait untuk dapat berkonsultasi mengenai pengendalian perubahan iklim dan target Nationally Determined Contribution(NDC) Indonesia, dengan Rumah Kolaborasi Konsultasi Iklim dan Karbon (RK2IK) yang ada di KLHK.

Siti memaparkan peran penting perempuan harus didorong dalam agenda-agenda pengendalian perubahan iklim karena perempuan adalah elemen masyarakat yang paling terdampak terkait dengan bencana akibat perubahan iklim.

Ia berharap kedepan kondisi lingkungan Indonesia akan semakin baik berkat tangan-tangan perempuan hebat Indonesia.

Sejalan dengan hal tersebut Menteri PPA Bintang Puspayoga mengucapkan terima kasih kepada Menteri LHK yang telah jadi mitra utama dalam mencapai keberhasilan penyusunan dokumen RAN GPI.

“Ini momen bersejarah untuk mencapai kesetaraan gender dan perlindungan anak dalam kaitan pengendalian perubahan iklim,” ujarnya.

Bintang menyebutkan Dokumen RAN GPI adalah bentuk kerja bersama dalam mendukung kontribusi perempuan dan anak untuk mencegah perubahan iklim karena perempuan dan anak jumlahnya mencapai 2/3 penduduk Indonesia.

Ini tantangan kepada perempuan dan anak untuk melakukan aksi pencegahan perubahan iklim, di tengah budaya masyarakat yang masih meminggirkan peran perempuan dalam pembangunan bangsa.

“Perempuan jangan hanya dijadikan obyek dari pengendalian perubahan iklim tapi harus mulai menjadi subyek,” ujarnya.(RA)