JAKARTA – Beragam cara dilakukan pemerintah untuk geber konversi motor Berbahan Bakar Minyak (BBM) ke kendaraan berbasis listrik. Setelah boleh dibilang gagal total pada tahun lalu, kini pemerintah menggunakan pendekatan berbeda yakni dengan meningkatkan jumlah sumber daya manusia (SDM) untuk melakukan konversi memanfaatkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Agus Tjahajana, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM, mengungkapkan saat ini ada sekitar 1.500-an SMK di seluruh Indonesia. Dengan jumlah sebanyak itu maka jika ada pelatihan di SMK untuk konversi maka bisa menjadi solusi minimnya tenaga untuk melakukan konversi yang sempat dikeluhkan pada tahun lalu.

“Sekitar 1.500 kalau enggak salah itu adalah SMK otomotif. Kita mengharapkan bengkel-bengkel yang ada sekarang akan bekerja sama. Kalau buka bengkel kan susah, memang mereka disekolahkan untuk bisa masuk industri otomotif. Konversi itu bagian dari itu,” kata Agus saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (26/4).

Realisasi motor yang dikonversi sepanjang  2023 lalu sangat jauh dari target, yakni hanya 495 unit dari atau hanya 0,9% dari target yang dipatok pemerintah yakni 50 ribu unit.

Menurut Agus, Kementerian ESDM akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi untuk mematangkan rencana keterlibatan para siswa SMK dalam program konversi motor konvensional menjadi motor listrik.

“Ini kan terus berlangsung secara alamiah, padahal secara alamiah harus dibangun kemampuan itu. Kalau pabrik bengkel kan sudah dilakukan. Nanti SMK-SMK otomotif itu dengan kerja sama Kemendikbud Ristek kita harapkan menjadi bagian yang besar,” kata Agus.

Agus mengakui kebutuhan tidak hanya tentang SDM tapi juga dana. Pemerintah  telah memberikan insentif ekstra bagi masyarakat yang ingin mengkonversi motornya. Namun jumlahnya hanya sampai Rp10 juta per unit, sementara biaya keseluruhan untuk konversi bisa tembus Rp16 juta – Rp17 juta. Untuk itu peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga dibutuhkan.

Banyak BUMN,  kata Agus, yang tertarik untuk membantu menggunakan anggaran CSR untuk melatih. “Jadi misalnya ada SMK otomotif di Bekasi siswanya ada 10. Dari 10 itu konversi sendiri, tapi di bawah supervisi dari bengkel-bengkel yang sudah grade A,” kata Agus.(RI)