JAKARTA – Salah satu tantangan untuk mengejar target produksi migas Indonesia saat ini adalah ketersediaan rig. Kegiatan masif yang didorong Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) dan para pelaku usaha membutuhkan sumber daya serta infrastruktur penunjang yang tidak sedikit.

Bayu Kusuma Tri Aryanto, VP SCM Regional 2 PT Pertamina EP, menyatakan tantangan yang dirasakan pelaku usaha adalah keterbatasan rig. Dia menuturkan banyak perusahaan pemilik rig yang memilih hengkang ke luar negeri, untuk itu keberadaan rig yang ada sekarang harus dipertahankan. Untuk itu kolaborasi dengan para pelaku usaha pemilik rig sangat diperlukan.

“Dari SKK Migas juga menchallenge kami bagaimana pertahankan rig yang sudah ada di indonesia supaya tidak keluar. kenapa kolaborasi, SKK Migas dan KKKS nggak bisa berdiri sendiri-sendiri. kita harus menjadi satu untuk pertahankan resource yang kita miliki, kita harus berbagi,” ungkap Bayu disela konferensi pers IOG SCM Summit 2024, Senin (6/5).

Lebih lanjut Bayu menuturkan pada dasarnya regulasi yang diusung oleh pemerintah sudah cukup mendukung. Kini tinggal bagaimana memberikan kepastian kepada para pemilik rig melalui penyusunan programs kerja jangka panjang. Hal itu juga yang sudah dikooordinasikan dengan pemerintah.

“Dari sisi proses pengadaan juga fleksibel dan kita bisa mencari cara lain bisa utilisasi rig di Indonesia. Nah ini makanya dari perencanaan dan eksekusi kita duduk bareng,” ungkap Bayu.

Dia mencontohkan sekarang para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) bisa berkolaborasi memggunakan rig yang sama. Perpaduan program kerja serta kolaborasi ini membuat pasar Indonesia menjadi jauh lebih menarik.

Salah satu langkahnya adalah dengan melakukan farm in yaitu penggunaan rig kontrak bersama atau pengadaan rig bersama. Itu yang mengefisiensikan proses kita tidak berulang dan dari sisi supplier lebih menarik karena kebutuhannya lebih pasti.

“Perencanaan dan eksekusi kita duduk bareng. sebagai contoh antara BP dan pertamina PHE ada rig yang kita farm ini. ini salah satu upaya-upaya yang kita bisa lihat LTP bicara demand sudah ada, sisi SCM bisa memetakan bahwa nggak harus keluar Indonesia , pasar Indonesia masih menarik agar rig tidak keluar dari Indonesia,” jelas Bayu.

Sebelumnya Hudi Suryodipuro, Kepala Divisi Program dan Minum SKK Migas, menuturkan bahwa peningkatan kegiatan yang signifikan memang memberikan tantangan tersendiri dari sisi ketersediaam rig atau infrastruktur produksi migas lainnya.

Dia mencontohkan untuk kegiatan workover jika tahun 2021 terdapat 566 sumur, maka ditahun 2023 meningkat menjadi 834 sumur atau naik sekitar 47,3%. Begitupula kegiatan well service yang ditahun 2021 sebanyak 22.790 kegiatan, maka di tahun 2023 mencapai 33.412 atau naik 46,6% dalam waktu 3 tahun. “Sementara untuk tahun 2024 workover ditargetkan 905 sumur dan well service 35.690 kegiatan,” ujar Hudi.

Upaya untuk menjaga produksi tetap optimal dilakukan pula dengan meningkatkan pemboran sumur pengembangan. Jika tahun 2021 realisasi pemboran sumur pengembangan sebanyak 480 sumur, maka dalam 3 tahun ditahun 2023 meningkat menjadi 799 sumur atau naik 66,5%.

Rudi Satwiko, Deputi Dukungan Bisnis SKK Migas, menegaskan peran strategis SCM dalam memperkuat industri hulu migas nasional sangat krusial untuk itu SKK Migas menginisiasi Indonesia Upstream Oil & Gas SCM Summit 2024 yang diharapkan dapat meningkatkan efektivitas, efisiensi, serta memberikan nilai tambah bagi industri hulu migas secara keseluruhan.

“Saat ini aktivitas pengeboran dan proyek-proyek strategis hulu migas mengalami peningkatan volume. Pengelolaan rantai suplai yang baik adalah salah satu upaya untuk turut mendukung kegiatan operasional, sehingga aktivitas tersebut dapat berjalan sesuai rencana dengan pencapaian hasil yang ditargetkan. Pengelolaan rantai suplai yang tepat tentu dapat mempercepat peningkatan produksi minyak dan gas bumi serta menekan angka cost recovery,” ujar Rudi. (RI)