JAKARTA – Daft  perubahan  Undang-Undang (UU) Nomor 4  Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (UU Minerba) disinyalir berpotensi untuk diarahkan tidak sesuai dengan amanah yang dicantumkan dalam UUD 1945 pasal 33. Pemerintah terkesan tidak memiliki konsep yang kuat bagaimana penguatan  pengelolaan  sumber  daya  mineral  dan  batu bara untuk kedaulatan bangsa,  meningkatkan  kesejahteraan  dan  kecerdasan  bangsa  sehingga  setara  dengan  bangsa lain.

“Banyak  hal‐hal  pokok  yang  perlu menjadi  perhatian  terutama kondisi‐kondisi  terakhir  dimana pengusahaan  mineral  batu bara  yang  menurun  karena  kegiatan  eksplorasi  yang  tidak berkembang, neraca perdagangan migas yang defisit dan menghadapi beberapa KK dan PKP2B yang  mulai  habis  masa  kontraknya  tidak  ada  kebijakan  yang  nyata  untuk  memenuhi  tujuan nasional,” kata Ahmad Redi, Pakar Hukum Sumber Daya Alam dari Universitas Tarumanegara, dalam acara diskusi di Jakarta, Kamis (28/11).

Redi menjelaskan, pasal 33 UUD 1945 dan berbagai Putusan MK  terkait pemaknaannya sudah jelas mengarahkan  bagaimana  seharusnya  kebijakan  hukum  minerba diselenggarakan. Minerba  harus  dikuasai  negara  untuk  sebesar‐besar  kemakmuran  rakyat.

“Bila  RUU  Minerba menyimpangi  pasal  33 UUD 1945 dan  outusan MK, maka pembentuk RUU dipertanyakan komitmen  bernegaranya.  RUU  Minerba  saat  ini,  masih  belum  berjiwakan Pancasila  dan Konstitusi karena mendegradasi penguasaan negara dan mendegradasi tujuan bernegara untuk mewujudkan sebesar‐besar kemakmuran rakyat,” ujar Redi.

Marwan Batubara, Direktur Eksekutif IRESS, menyampaikan bahwa selama  lima  tahun  (2014‐2019)  pembahasan  RUU  tentang  perubahan  atas  UU  4/2009 tercatat DPR dan pemerintah lebih banyak berupaya untuk mengakomodasi kepentingan kontraktor atau pengusaha ketimbang kepentingan  negara  dan  rakyat.

Dia menekankan agar hal  ini  tidak  boleh  terulang  dalam pembahasan  oleh  DPR  dan  pemerintahan  periode  2019‐2024,  sehingga  advokasi  oleh masyarakat sipil harus terus berlanjut.

Menurut Marwan, setiap  ketentuan  yang  akan  dirumuskan  ke  dalam  pasal‐pasal  RUU  minerba  harus konsisten dengan amanat konstitusi, terutama Pasal 33 UUD 1945 tentang penguasaan negara.

“Guna menjamin hal tersebut, maka pembahasan dianggap perlu untuk dimulai dari awal. Bukan dengan carry‐over atas draft DIM yang sudah disusun oleh DPR 2014‐2019. Meskipun hal ini dimungkinkan setelah adanya revisi UU No.12/2011,” ujar Marwan.

Sementara, untuk  mencapai  manfaat  SDA  minerba  bagi  sebesar‐besar  kemakmuran  melalui penguasaan  negara  oleh  BUMN  dalam  aspek  pengelolaan, maka  ketentuan‐ketentuan relevan yang sudah ada dalam UU 4/2019 tidak perlu dirubah. Penjelasan tentang lima aspek penguasaan negara dalam Pasal 33 UUD 1945 yang tercantum dalam Putusan KK No.36/2012 atas judicial review UU Migas No.22/2001 harus menjadi rujukan utama.

Selama  berpuluh  tahun  segelintir  rakyat  yang menjadi  pemegang Kontrak Karya  dan  PKP2B  telah menikmati keuntungan yang sangat besar dari eksploitasi sumber daya alam  minerba yang merupakan aset milik negara. Sementara itu mayoritas rakyat hanya menerima bagian yang sangat kecil. Oleh sebab itu, UU Minerba yang baru harus menjamin tidak adanya perpanjangan kontrak/izin  otomatis  bagi  kontraktor  eksisting  dan  hak  pengelolaan  SDA  minerba negara harus berada di tangan BUMN dan BUMD.

UU minerba yang baru perlu pula menjamin  terbukanya kesempatan pemilikan  saham suatu  kontrak atau izin  tambang  oleh  kontraktor lama  sebagaimana  terjadi  pada kontrak PT Freeport  Indonesia dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero).  Namun  kontrak  kerja sama  ini  harus menjamin dominasi pemilikan saham mayoritas berada di tangan BUMN.

Revisi  UU  minerba  harus memasukkan  ketentuan  tentang  penerapan  Resources  Fund (RF)  atau  Dana  Tambang  (DT)  yang  bertujuan  untuk kegiatan  eksplorasi  guna menambah  cadangan  terbukti minerba  yang menuju  fase kelangkaan,  dan  kegiatan investasi  yang  produktif  dan  aman  agar  generasi  mendatang  dapat  pula  memperoleh manfaat dari ekploitasi sumber daya minerba (keadilan antar generasi). Oleh karenanya, perlu dimasukkan ketentuan tentang adanya pembentukan badan khusus pengelola RF.

“Pemerintah dan DPR perlu menjamin dan berkomitmen untuk konsisten melaksanakan proses pembentukan UU minerba yang baru sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam UU No.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang‐undangan,” tandas Marwan.(RA)