JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menegaskan Blok Rokan bisa memberikan masalah serius bagi Indonesia, khususnya terkait masalah perekonomian dan penerimaan negara. Hal itu bisa terjadi apabila produksi blok yang saat ini dikelola PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) terus menurun.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, mengatakan penurunan produksi dipastikan akan terjadi di Rokan jika tidak ada investasi jelang berakhirnya kontrak Chevron pada 2021 mendatang. Data yang dilangsir SKK Migas menyebutkan, pada 2019 Blok Rokan hanya memproduksi 190,1 ribu barel per hari (bph) minyak, jauh dibawah realisasi tahun sebelumnya 209,4 ribu bph.

“Transisi Rokan, ini isu yang sangat penting. Kalau do nothing, tidak ada investasi untuk pengeboran, yang terjadi 2018 ke 2019, maka produksi lifting turun 20 ribu bph. Jadi cukup besar pengaruhnya,” kata Dwi di Kantor SKK Migas, Jakarta, Kamis (9/1).

Menurut Dwi, jika kondisi tersebut terus berlangsung maka yang akan terkena dampaknya langsung adalah lifting migas nasional. “Kalau Rokan tidak segera proses transisi terselesaikan dengan baik maka decline yang besar akan jadi masalah utama. Maka PT Pertamina (Persero) dan Chevron harus bekerja keras betul untuk mendapatkan upaya-upaya penyelesaian transisi sesegera mungkin,” ungkapnya.

Target APBN 2020 mematok lifting minyak sebesar 755 ribu bph. Untuk Blok Rokan, tahun ini diperkirakan kembali akan jeblok liftingnya diposisi 160 ribu bph.

Fatar Yani Abdurrahman, Wakil Kepala SKK Migas, mengatakan proses transisi berdasarkan rencana yang sudah disusun seharusnya dilakukan pada 2019, namun hingga kini justru belum ada tindakan nyata.

“Blok Rokan itu sebenarnya transisi dari tahun lalu sudah harus dilakukan, tapi harus ada business to business antara Chevron dan Pertamina, sehingga butuh waktu lama,” kata dia.

Fatar Yani mengakui pembahasan antara dua pihak tidak bisa berlangsung dengan cepat. Namun mengingat waktu semakin sempit, SKK Migas menargetkan pembahasan proses transisi Blok Rokan diantara para pihak bisa diselesaikan pada awal 2020. Pasalnya jika produksi terus turun, maka pendapatan negara akan langsung terdampak.

“Tidak segampang bisnis retail. Masalahnya cukup complicated karena menyangkut pendapatan negara. Deal makin dekat dan tidak terlalu lama akan ada transisi dan didorong Steering Comittee SKK Migas diharapkan di Januari selesai,” kata Fatar Yani.

Pertamina sebenarnya sudah memiliki rencana untuk kegiatan di Blok Rokan pada tahun ini. Manajemen perusahaan migas plat merah itu menargetkan bisa melakukan pengeboran 20 sumur pengembangan pada masa transisi yang bisa dieksekusi paling lambat pada kuartal ketiga.(RI)