PT Bukit Asam TBk (PTBA), salah satu perusahaan energi milik negara yang mengelola sumber daya alam batu bara telah berkiprah 40 tahun. Embel-embel batu bara pada Bukit Asam ini sepertinya sudah tidak akan melulu kita dengar. Pasalnya manajemen dalam beberapa tahun terakhir sudah mencanangkan transformasi besar-besaran dari sisi bisnisnya dengan mengusung tagline Beyond Coal.

Meski tetap menjadi bisnis utama, Bukit Asam tidak akan lagi hanya fokus di usaha penambangan dan penjualan batu bara. Perusahaan yang berdiri pada 1981 ini kini akan fokus di beberapa lini bisnis berbasis energi seperti jasa ketenagalistrikan, Energi baru Terbarukan (EBT), produk perkebunan, jasa penambangan serta industry coal to chemical sebagai bagian dari hiliirsasi batu bara dalam rangka menciptakan nilai tambah dari batu bara.

Manajemen Bukit Asam tidak melupakan ruh perusahaan yang berbasis batu bara. Untuk meningkatkan pemanfaatannya maka salah satu fokus pengembangan perusahaan adalah dengan meningkatkan transportasi batu bara.

Fuad I.Z. Fachroeddin, Direktur Pengembangan Usaha Bukit Asam, mengatakan dengan total luas area tambang 93.962 hektare, Bukit Asam memiliki total sumber daya batu bara sebesar 8,28 miliar ton dan total cadangan yang siap diproduksi mencapai 3,23 miliar ton. Sayangnya jumlah cadangan sebesar itu masih belum dimoetisasi secara maksimal akibat keterbatasan kapasitas angkutan.

Sejauh ini ada tiga pelabuhan utama Bukit Asam, yakni Teluk Bayur dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun, lalu Kertapati 5 juta ton per tahun serta Tarahan 25 juta ton per tahun. Tahun ini rencananya Bukit Asam akan meningkatkan kapasitas pembangkitnya menjadi 32 juta ton per tahun.

“Ini menjadi bagian strategis kalau kita melihat secara kepemilikan cadangan besar,  namun secara jumlah produksi kami bukan nomor satu karena ada keterbatasan kapasitas angkutan. Pada 2021, kami kembangkan sampai dengan 32 juta ton dimana tujuan pelabuhan Tarahan semula 21,4 juta ton menjadi 25 juta ton per tahun, tujuan pelabuhan Kertapati semula 3,7 juta ton berhail dikembangkan menjadi 5 juta ton per tahun. Kami kembangkan kembali Kertapati tahun ini menjadi 7 juta ton,” ungkap Fuad disela DETalk yang digelar Dunia Energi belum lama ini.

Tidak hanya berhenti sampai di situ, perusahaan bahkan akan meningkatkan kapasitas pelabuhannya hingga 72 juta ton pada 2025. “Pelabuhuan Kramasan ready 2024 itu 20 juta ton, Karahan 2 ready Juli 2025 sebanyak 20 juta ton akan menjadi 72 juta ton per tahun. Ini bagian dari upaya dan ikhtiar engine revenue company,” ujar Fuad.

Fokus pengembangan usaha berikutnya adalah pengembangan pembangkit listrik. Bukit Asam menargetkan bisa membangun pembangkit listrik dengan total kapasitas mencapai 1.500 Megawatt (MW).

Salah satu inisiatif pembangkit listrik pertama yang dibangun adalan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Sumatera Selatan 8 dengan kapasitas 2×620 MW. Ini merupakan PLTU Mulut Tambang terbesar di Indonesia serta PLTU terbesar di Pulau Sumatera.

“Sumsel 8 Februari EPC progresnya mencapai 72% diharapkan Maret 2022 bisa selesai seluruh unit,”  kata Fuad.

Sebelum PLTU Mulut Tambang Sumsel 8, Bukit Asam telah membangun dua unti PLTU lainnya yakni di Tanjung Enim berkapasitas 3×10 MW dan di Pelabuhan Tarahan dengan kapasitas 2×8 MW.

Lini bisnis yang benar-benar baru sudah dijajaki Bukit Asam yakni membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Sudah beroperasi PLTS Atap di Bandara Soekarno Hatta dengan kapasitas 241 kWp.

“Pembangkit listrik yang dihasilkan tidak hanya tenaga uap, tapi kami juga kerja sama dengan AP II membangun sejumlah pembangkit listrik tenaga surya yang akan dipasang di sejumlah bandara AP II,” ungkap Fuad.

Kini Bukit Asam juga sedang dalam tahap persiapan pembangunan  PLTS di lahan pasca tambang milik perusahaan yang berada di Ombilin,Sumatera Barat. Rencananya akan dibangun PLTS di sana dengan total kapasitas 200  MW.

Konstruksi PLTS dilakukan dalam dua tahap, dan pembangunan tahap I ditargetkan bisa rampung dengan kapasitas mencapai 100 MW. Pembangunan tahap I saat ini dalam tahap perencanaan dan studi. Pembangunan tahap II ditargetkan rampung pada 2022.

Apollonius Andwie C, Sekretaris Perusahaan Bukit Asam sebelumnya mengatakan sambil menunggu persiapan proyek komersial, Bukit Asam sudah terlebih dulu membangun PLTS untuk bantuan ke masyarakat, diantaranya PLTS berkapasitas 38.500 watt untuk melistriki pompa irigasi. PLTS yang dibantu di desa Trimulyo Kecamatan Tegineneng Kabpaten Pesawaran Provinsi Lampung itu ditargetkan bisa beroperasi tahun ini.

Selain itu, ada PLTS Irigasi Talawi Sawahlunto dengan kapasitas 16,5 kiloWatt. PLTS Irigasi Tanjung Raja di Kecamatan Muara Enim, Kabupaten Muara Enim yang juga ditargetkan mulai beroperasi tahun ini. Kapasitas PLTS yang diperuntukkan untuk pompa irigasi lahan pertanian ini sebesar 18 kiloWatt. Kemudian ada PLTS yang dibangun PTBA untuk kebutuhan listik Yayasan Az-Zawiyah Desa Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir. Listik yang dihasilkanw PLTS nantinya sebesar 6 kWp atau setara dengan 6.849 watt.

“Kebutuhan listrik yang diperlukan oleh yayasan tersebut adalah 5.520 watt,” ungkap Appllonius.

Hilirisasi Batu Bara

Fokus pengembangan usaha berikutnya Bukti Asam dan menjadi salah satu target juga secara nasional adalah hilirisasi batu bara. Indonesia kini berharap banyak terhadap Bukit Asam karena menjadi salah satu pionir dalam implementasi batu bara yang sejak puluhan tahun lalu mulai diinisiasi.

Bukit Asam memiliki cadangan cadangan batubara terbesar. Dan ikhtiar yang ingin dilakukan dengan menciptakan nilai tambah batu bara dalam proses produksinya, khususnya coal to chemical. Semangat memberi nilai tambah tersebut, sejalan dengan tag line perusahaan milik negara tersebut yakni beyond coal, dimana tidak hanya menjual produk, tetapi memberi nilai tambah dan multiplier effect.

Fuad mengatakan nilai tambah dari proyek coal to DME ini, selain total investasi yang masuk sebesar US$ 2,1 miliar, pemanfatan batu bara kalori rendah juga bisa mencapai 180 juta.

“Juga manfaat langsung yang didapatkan pemerintah sebesar Rp800 miliar setiap tahun atau 24 triliun selama 30 tahun. Nilai tambah langsung lainnya yakni menghemat neraca perdagangan, mengurangi impor epliji sebesar 1 juta ton setiap tahun dan mengfhemat cadangan devisa negara sebesar Rp 9,71 triliun per tahun atau Rp290 triliun selama 30 tahun,” kata Fuad.

Konversi batu bara menjadi DME merupakan salah satu poin dari enam poin pengembangan batubara sebagaimana amanat Undang-undang. Poin lain dari varian batubara yakni pengembangan, peningkatan mutu batubara, pembuatan briket, pembuatan kokas juga pemanfaatan batubara dengan membangun PLTU mulut tambang.

Pemanfaatan batu bara menjadi DME yang dilakukan Bukit Asam bekerja sama dengan Pertamina, diharapkan mampu mengurangi impor LPG.

Sujatmiko, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu bara Ditjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)  memperkirakan, kebutuhan gasifikasi batubara sekitar 700 ribu ton batubara setiap bulan. Sejak 2021 sampai 2040, diperkirakan kebutuhan batubara untuk gasifikasi sebanyak 34 juta ton, baik untuk ethanol, DME maupun produk turunan lainnya. “Kalau proyek hilirisasi ini dijalankan, kebutuhan batubara setiap tahunnya bisa kita planning,” kata dia.

Nantinya Bukit Asam akan memasok 6 juta ton batu bara yang menghasilkan sekitar 1,4 juta ton DME per tahun yang ditujukan untuk menggantikan keberadaan LPG yg dominan masih ddimpor. Tahun ini saja kebutuhan LPG sekitar 8 juta ton sementara yang impor 6 juta ton jadi masih ada produksi sendiri 2 juta ton, dari 6 juta ton ketergantungan indonesia akan impor ini akan digantikan DME

Bukti Asam tidak setengah-setengah dalam mendorong hilirisasi batu bara. ini dibuktikan dengan rencana pembangunan komplek khusus industry berbasis batu bara atau Bukut Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE) dengan lokasi dekat dengan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8.

Fuad menuturkan kawasan industri yang dibangun Bukit Asam berada tidak jauh dari kota Palembang atau sekitar 203 kilometer yang didukung dengan persiapan infrastruktur berupa jalan tol yang tengah dibangun pemerintah.

“Pemerintah saat ini sedang membangun tol trans Sumatera sehingga dari Pelembang menuju Tanjung Enim ada jalan tol jadi mudahkan mobilitas angkutan produk jadi dan lain-lain,” ungkap Fuad.

Multiplier effect dari hilirisasi ini juga jadi target pemerintah. Menurut Fuad serapan tenaga kerja terbilang besar. “Penyerapan tenaga kerja lokal bisa mencapai 10.570 pada masa konstruksi dan 7.976 pada masa operasi,” kata Fuad.(Rio Indrawan)