JAKARTA – PT Timah Tbk (TINS) masih berambisi untuk bisa mengembangkan mineral logam tanah jarang (rare earth) di Bangka Belitung. Kali ini Timah menjalankan strategi berbeda yakni mengembangkan tanah jarang bersama dengan mitra.

Abdullah Umar, Sekretaris Perusahaan Timah, mengatakan selama ini cadangan rare earth banyak terkandung di wilayah konsensi PT Timah, hanya saja pengelolaannya tidak maksimal justru cenderung tertinggal. Ini lantaran masih belum dikuasasinya teknologi pengelolaan rare earth. Dengan melibatkan mitra diharapkan pengembangan bisa menjadi lebih optimal.

“Kami sedang proses mencari partner. karena kaitannya dengan hitech,” kata Abdullah disela konferensi pers public expose, Jumat (28/8).

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa untuk bisa memproduksi rare earth memang tidak sembarangan. Tidak seperti melakukan penambangan pada mineral lainnya. Butuh proses lanjutan yang tidak sederhana. Hal ini yang belum dikuasai oleh Timah.

“Kami punya resources-nya, cuma bagaimana memproses ini. Prosesnya bukan hanya oksidasi, tapi bagaimana  memilih sampai rantai yang tertinggi adalah untuk logamnya. Untuk menjadi bahan magnet dan seterusnya,” kata Abdullah.

Timah pada tahun lalu sebenarnya telah melakukan studi kelayakan (feasibility study/FS) dan desain pabrik proyek mineral tanah jarang jenis monasit. Monasit merupakan salah satu mineral tanah jarang, ikutan dari kegiatan pengusahaan timah. Sejak 2015, Timah mulai memanfaatkan mineral masa depan tersebut.

Monazit dalam bentuk oksida, memiliki peranan yang sangat penting dalam kebutuhan industri masa depan seperti superkonduktor, laser, optik elektronik, aplikasi LED dan iPAD, kaca dan juga keramik. Logam tanah jarang mampu menghasilkan neomagnet yaitu magnet yang memiliki medan magnet yang lebih baik dari magnet biasa.

Dalam aplikasi metalurgi, penambahan logam tanah jarang digunakan dalam pembuatan baja paduan rendah berkekuatan tinggi (High Strength Low Alloy/HSLA) baja karbon tinggi, super alloy dan stainless steel. Hal ini karena logam tanah jarang memiliki kemampuan ketahanan terhadap panas.

Logam tanah jarang yang ditambahkan pada paduan magnesium dan aluminium, akan menambah kekuatan dan kekerasan paduan tersebut secara signifikan.

Di Indonesia, seperti penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batu Bara (Tekmira), terdapat dua jenis mineral yang mengandung logam tanah jarang yakni monazit dan senotim. Beberapa daerah di Indonesia yang mengandung daerah deposit monasit yaitu Bangka-Belitung, Karimata/Ketapang, Rirang-Tanah Merah.

Pemerintah mulai serius untuk mengembangkan sumber daya logam tanah jarang dengan akan dibentuknya suatu badan yang memiliki tugas khusus untuk melakukan kajian serta pemanfatan rare earth.

Yunus Saefulhak, Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Ditjen Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan pengolahan rare earth mendapatkan perhatian serius karena pembahasannya kini sudah sampai lintas kementerian dan lembaga.

Pemerintah akhirnya memutuskan harus ada badan khusus yang fokus untuk mengumpulkan berbagai jenis rare earth yang merupakan produksi ikutan dari kegiatan tambang mineral lainnya dan dilakukan oleh berbagai perusahaan tambang.

“Sebetulnya harus ada badan pengumpul mungkin akan ditunjuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pengumpul monazit (rare earth) dari pada pada pergi kemana-mana sedang dikoordinasikan Menko Kemaritiman dan Investasi,” kata Yunus.(RI)