JAKARTA – Indonesia sangat mengandalkan Pertamina (Persero) dalam penyediaan fasilitas pengolahan dan penyimpanan minyak. Padahal peran swasta masih bisa didorong sehingga kapasitas penyimpanan minyak secara nasional bisa bertambah.

John S Karamoy, Ketua Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Apermigas), mengatakan minat pengusaha swasta nasional untuk membangun kilang berkapasitas kecil (kilang mini) masih ada dan tetap terjaga. Namun demikian, rencana pembangunan kilang tersebut menemui banyak kendala, salah satunya kepastian off taker atau pembeli dari produk kilang. Hal ini bisa diatasi jika pengusaha kilang swasta mendapat processing deal atau kesepakatan pengolahan dari Pertamina.

“Kilang swasta yang akan dibangun juga bisa dipercepat asal dapat processing deal, yakni kilang ini akan mengolahkan saja di mana produk jadi milik Pertamina dan pemilik kilang hanya dapatkan processing fee (ongkos pengolahan),” kata John dalam diskusi virtual di Jakarta, akhir pekan lalu.

Lebih lanjut, John mendorong rencana pembangunan kilang mini di delapan kluster yang dulu direncanakan pemeriintah kembali dijalankan. Delapan kluster ini yakni Sumatera Utara, Selat Panjang Maluku, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, dan Maluku. “Kami bersama BUMD ingin realisasikan dan mengharapkan kedelapan unit bisa selesai di 2027,” kata John.

Ignatius Tallulembang, Direktur Utama Direktur Utama PT Pertamina Kilang Internasional, menambahkan pembangunan kilang nasional bisa dilakukan dengan melibatkan swasta atau melalui kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Skema tersebut telah diatur dalam undang-undang, di mana badan usaha swasta dapat bekerja sama membangun kilang dengan Pertamina sebagai penanggung jawab.

“Sayangnya skema ini belum ada yang menggunakan padahal sangat dimungkinkan, dan Pertamina bisa ambil produk (dari kilang yang dibangun). Pemerintah selaku off taker bilamana demand energy dalam negeri masih tinggi, masih dibutuhkan,” kata Tallulembang.

Pemerintah sebenarnya telah mencoba untuk memfasilitasi kebutuhan pendanaan kilang, misalnya berupa penyertaan modal negara (PMN), laba ditahan, pinjaman pemerintah, penerbitan obligasi, dan pinjaman dengan jaminan pemerintah. Sementara insentif fiskalnya mencakup tax holiday 100%, pajak dalam rangka impor, serta fasilitas pajak penghasilan.

Soerjaningsih, Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menceritakan sejak 2001, banyak perusahaan swasta nasional yang mendapat izin untuk membangun kilang BBM. Namun, biaya investasi yang cukup besar, teknologi tinggi, masalah lahan, pasokan minyak mentah, dan off taker produk menjadi kendala sehingga belum ada satu kilang pun yang terealisasi. Dalam penugasan pembangunan kilang ke Pertamina, lanjutnya, pemerintah membuka peluang kerja sama baik bagi perusahaan dalam maupun luar negeri.

“Jadi Pertamina bisa gandeng badan swasta, dalam maupun luar negeri, tidak tertutup kemungkinan untuk itu. Ada banyak fasilitas yang kami berikan juga, untuk skema penugasan maupun KPBU,” kata Soerjaningsih.(RI)